Travelling

Tumpak Sewu - Kepingan Surga

10/29/2015setapakkecil


“Serpihan surga itu memang ada”, kalimat itu tertulis cukup besar di sebuah spanduk yang terdapat dalam salah satu foto yang aku temukan pada saat browsing ketika aku mengetikkan kata air terjun di situs pencarian google.

Sebuah caption spanduk yang menarik perhatianku dan otomatis klik mouse langsung mengarah ke foto tersebut. Ternyata foto adalah tautan dari sebuah blog yang menampilkan keindahan sebuah air terjun yang bernama Tumpak Sewu.


Dan akhirnya tanpa sadar saat itu pun tangan mulai mengetik nama Tumpak Sewu di situs google, dan tanpa sadar setiap tautan yang mencantumkan nama tumpak sewu pun satu persatu aku klik.

Dan tanpa sadar pun aku mulai teracuni gambar gambar keindahan tumpak sewu yang terdapat dalam blog blog. Semua blog akur serentak menyatakan tumpak sewu itu indah. Dan fix kali ini aku benar benar teracuni, dan tak butuh waktu lama aku pun segera mencari waktu untuk berkunjung ke air terjun yang konon serpihan dari surga ini.

Pintu untuk menuju air terjun ini berada di perbatasan kabupaten malang dan lumajang, tepatnya di kecamatan Pronojiwo. Jalur lintas selatan jawa timur yang terkenal akan jalannya yang berkelak kelok karena tepat di utara berdiri kokoh gunung tertinggi di Pulau Jawa.

Tinggi menjulang ke atas langit, guratan guratan besar tampak jelas di badan sang Ancala yang menandakan jejak keganasan pada saat dia murka. Namun dibalik keganasannya itu dia memberikan sisi kehidupan bagi masyarakat yang hidup di lerengnya.

Menyimpan banyak cadangan pasir di jalur jalur lahar dinginnya. Yang menjadikan pasir dari kawah Jonggring Saloko ini pasir kualitas nomor 1 khususnya di Jawa Timur. Setiap hari ratusan truk lalu lalang untuk menambang pasirnya, ribuan orang pun menggantungkan hidupnya dari sang ancala semeru.

Setiap tikungan selalu kupandangi keelokan dari puncak Mahameru, dari bawah sini terlihat jelas bagaimana kawah Jonggring Saloko memuntahkan awan panas keudara. Seketika itu dalam hati terbersit kerinduan “Kapan aku bisa mencumbu pasirmu kembali Mahameru?”.

Tepat sebelum perbatasan kabupaten Malang dan Lumajang spanduk besar berada di pinggir jalan yang menunjukkan pintu masuk ke areal tumpak sewu. Menyusuri jalan selebar mobil yang menuntun kami ke sebuah lapangan atau tepatnya lahan parkir.


Lahan parkir yang tampaknya masih dalam tahap pembangunan, karena di beberapa sudut terdapat tukang yang sedang membuat pagar di sekeliling lahan parkir. Di atas pos kecil bertuliskan “Selamat datang di Coban Sewu”.

Usut punya usut ternyata jalur ke air terjun ini ada 3 dan dikelola oleh masing masing pihak di 2 kabupaten yang berbeda. Dari sisi Malang akan mengatakan air terjun ini sebagai Coban sesuai arti kata daerah Malang. Namun dari sisi Lumajang lebih terkenal dan biasa disebut dengan Tumpak Sewu.

5 ribu per orang untuk tiket masuk. “Pak dari sini kita bisa turun ke Air Terjun?” tanyaku pada bapak penjaga loket.

“Bisa mas, tinggal turun pake tangga. Aman kok, kalau terjadi apa apa juga sudah ada asuransi. Tapi walaupun ada asuransi jalannya jangan seenaknya mas tetep hati hati”. Timpal sang Bapak.

“Iya pak siap” sahutku kembali, tapi dalam hati agak lucu mendengar perkataan bapak tadi. Siapa juga yang mau celaka walaupun kita sudah dilindungi oleh asuransi.

Tumpak Sewu Dari Atas
 Berjalan kurang lebih sepuluh menit dengan jalan yang menurun kita sudah langsung dapat mendengarkan deru kencang air yang jatuh kebawah. Dan benar saja tak lama kita sudah dihadapkan dengan jurang lebar yang membentuk cerukan raksasa.

Di atas cerukan terdapat sungai kering dengan debit kecil berwarna coklat yang membentuk sebuah air terjun. Namun yang tak disangka adalah di setiap tebing di bawah sungai yang mengering itu keluarlah air yang berasal dari dalam tanah.

Berdebit debit air yang mengucur keluar, dan sekilas tampak lebih bersih dari aliran sungai diatasnya. Aliran air berjejeran membentuk setengah lingkaran penuh. Bulu kuduk pun merinding menyaksikan kedahsyatan air terjun ini.


Dan lagi lagi Gunung Semeru memberikan salah satu sisi kehidupannya. Air air yang terus mengalir sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Saat ini sedang musim kemarau yang di beberapa daerah mengalami kekeringan parah namun disini, air yang keluar dari lereng semeru ini nyaris tiada henti. Timbal balik yang sepadan antara semeru yang memberikan kehidupan dengan manusia yang selalu bisa menjaga alam.

“Astaganagaaaa” aku terkaget kaget.

Aku terkaget kaget begitu mengetahui jalur untuk menuju dasar air terjun yang terbilang cukup Ekstrim. Dari atas nampak sebuah tangga terbuat dari bambu yang menurun kebawah dengan elevasi hampir 90 derajat dan aku perkirakan jaraknya mencapai 25 meter.

Nyali mulai menciut melihat tangga bambu itu, dan sedikit aku perhatikan tangga ini memang kurang safety karena hanya dililit dengan tali tampar dan dipasak dengan paku paku.

“Ayooo kita turun rek” celetuk sekumpulan mbak mbak yang mulai menuruni tangga.

“Ahhh masa aku kalah dengan cew seperti itu, gunung pun aku taklukkan, masa tangga saja aku takut”.. sebuah dorongan dalam hati agar segera ikut menuruni tangga bambu.

Tangga Bambu
Detak jantung berdegup kencang, dengkul bergetar seirama dengan peluh yang mulai bercucuran. Itulah perasaanku ketika melangkah dalam tangga bambu sempit yang menempel pada dinding tebing.

Satu persatu kaki aku pijakkan dengan benar, mata tak henti hentinya melihat pijakan dibawah agar tak terpeleset. Tangan selalu mencengkram erat pegangan kayu di sisi sisi tangga. Bisa dibayangkan bagaimana jika pegangan tangan terlepas atau kaki kita terpeleset?. Kita akan langsung jatuh bebas kebawah, inilah yang menjadi momok jalur sisi malang ini.

Fiuhhhh... akhirnya tangga berhasil aku lewati. Namun beberapa tangga yang tak kalah ekstrim masih menanti lagi dan yang berarti degup jantung masih belum bisa untuk berhenti berpacu.

Tangga Ekstrim
Bagaimana cara penduduk disini bisa membuat tangga seperti ini?. Sedikit kekaguman akan arsitektur tradisional masyarakat pronojiwo ini. Bayangkan dengan bahan bahan alami seperi bambu dan kayu rotan serta tanpa teknologi canggih mereka bisa membuat tangga vertikal yang merayap di tebing yang kira kira setinggi 200 meter yang menjulang keatas.  

Cobalah untuk menengok ke kanan, maka kalian akan bisa melihat kemegahan dari Tumpak Sewu. Keindahannya bisa menjadikan obat penawar ketika melintasi tangga bambu, dan pemacu semangat agar kalian segera melewati cobaan ini. Memang untuk mencapai surga itu tak mudah.

Berhati Hati
Setibanya di dasar kita akan sedikit menyusuri pinggiran sungai untuk menuju ke dasar tumpak sewu. Aku tengok ke atas bagaimana hebatnya tangga yang sudah aku lalui tadi dan secara tidak langsung menjadi momok pada saat kembali pulang nanti.

Berjalan di antara dinding dinding tebing yang kokoh menjulang membuat takjub siapa saja yang bertandang kesini. 5 menit aku susuri sungai yang berair jernih dan dingin ini kakiku terhenti.

Aku terpesona dengan pemandangan yang ada di depan mata. Air terjun raksasa yang berbentuk melingkar seakan menyambutku dengan percikan air yang mulai membasahi muka dan tubuhku.

Megahnya Tumpak Sewu
Subhanallah, Maha Agung Allah. Tumpak sewu yang sebelumnya hanya aku saksikan dalam layar ponsel kini bisa aku saksikan sendiri.

Dari dasar sini, air yang keluar dari dalam tebing makin tampak jelas. Bagaimana caranya dia keluar dari dalam tanah lalu meluncur deras kebawah dan terjun bebas. Air yang keluar membentuk rangkaian air terjun di sekeliling tebing yang membentuk setengah lingkaran dan menimbulkan kesan megah.

Kejernihan Air
Pantas dia disebut Tumpak Sewu atau Coban Sewu karena air terjun yang begitu banyaknya, berjejer dan bisa dianalogikan berjumlah seribu. Batuan tebing yang jatuh kebawah pada masa lampau membuat tumpukan batu sendiri dan menjadikan air terjun baru dari aliran tumpak sewu.

Menoleh ke depan, ke kiri, ke kanan yang ada hanyalah tebing tinggi dipenuhi dengan air terjun. Buih air terbang melayang layang membiaskan cahaya untuk menampilkan sebuah pelangi indah. Kepingan surga yang jatuh ke bumi memang pantas disematkan pada tumpak sewu ini.

Membentuk Setengah Lingkaran
Hanya ada beberapa warung di dasar tangga bambu tadi. Di warung menyediakan ban ban dalam bekas yang diisi udara yang mereka sewakan kepada pengunjung. Debit air yang besar dan sungai yang dangkal cocok digunakan untuk permainan tubing.

Tanpa berpikir lama dan memang karena buih air yang semakin banyak akhirnya aku memutuskan untuk bermain air di salah satu aliran air. Lindungi semua perlengkapan elektronik kalian agar tidak terkena buih air. Karena di dasar tumpak sewu hampir tak ada tempat untuk berlindung dari sergapan percikan air.



Kawasan tumpak sewu masih bersih dan alami terutama saat kita berkunjung di dasar aliran airnya. Fasilitas toilet dan sampah masih belum ada, yang aku harapkan adalah para pengunjung tak membuang sampah seenaknya.

Sambil berendam di sebuah aliran air terjun kecil dalam hati aku berharap agar tumpak sewu ini masih bisa lestari sampai kapanpun. Agar semeru tetap memberikan kelembutan dari air air yang mengalir dalam rimbanya hingga memberikan kehidupan yang sampai di Tumpak Sewu.


You Might Also Like

3 komentar

Followers

Contact Form