Mountaineering

Gunung Batur - Geopark Pertama Indonesia

2/27/2016setapakkecil


Di dalam kegelapan diantara warung warung yang sudah tutup ini aku duduk terdiam termangu. Waktu di jam tanganku menunjukkan tepat pukul 03.00 WITA. Perasaan bingung menyelimutiku di penghujung malam. Entah bagaimana aku bisa sampai sejauh ini berjalan sendiri, namun yang pasti keinginan untuk tetap melanjutkan tujuan adalah keinginanku yang harus terwujud pagi ini.

Aku seorang diri disini, di pulau Bali tepatnya di Pura Jati Luhur Kintamani yang berselimut kabut. Mungkin kalian bertanya tanya, sedang apa aku di penghujung malam yang gelap dan berada di sebuah pura?

Gunung Batur, yaa inilah tujuanku hari ini. Dan baru kali ini aku akan pergi mendaki gunung diselimuti kebingungan seperti ini. Bukan karena membayangkan jalur yang menanjak, atau berjalan seorang diri namun lebih terhadap peraturan yang di tetapkan disini.

Perlu kalian tahu, Gunung Batur ini merupakan sebuah kawasan wisata yang berada di Geopark pertama di Indonesia. Dan untuk melakukan trekking menuju puncak batur kita wajib menggunakan guide dan peraturan ini tertulis secara nyata di depan tempat aku duduk.

Dan bisa dibayangkan jika aku seorang diri menyewa seorang guide, bisa dipastikan pengeluaran akan semakin membengkak apalagi jika menjadi gembel ulung seperti aku ini. Bisa dikatakan kemanan pun pergi harus bisa mengeluarkan biaya sesedikit mungkin.

Aku memutar otak mencari cara bagaimana agar pagi ini aku bisa lolos dari gerbang masuk di Pura Jati Luhur ini, dan aku duduk di kegelapan adalah caraku untuk tak terlihat dari sekumpulan guide yang menunggu para tamu yang berkeinginan untuk trekking ke Gunung Batur.

Tiba tiba ada seorang lelaki muda duduk tepat disebelahku dan menyalakan rokok yang dibawanya. Iseng pun aku coba memulai obrolan dengannya,

“Sedang menunggu tamu kah mas?, Mau ngantar ke atas juga” tanyaku pada seorang lelaki muda yang aku yakin pasti seorang guide dari penduduk sekitar.

“Enggak mas, saya sedang malas tapi biasanya memang sering mengantar tamu” sahut sang lelaki muda ini. “Masnya dari mana? Mau naik gunung batur juga?”

“Iya mas, saya masih menunggu teman..tadi katanya mau ketemuan disini, tapi ini saya tunggu kok enggak datang datang”, timpalku sedikit berbohong jika saat itu aku sedang sendiri saja.

Dan seiring kemudian obrolan kami pun semakin berlanjut. Mulai dari pertanyaanku bagaimana jalur menuju keatas hingga suka duka dia menjadi guide gunung batur ini, hingga aku berkata seperti ini

“Mas jika aku berjalan sendiri dan mengikuti para bule itu dari belakang apakah bisa ya?”.

Sang guide muda ini pun berkata “Silahkan saja mas, ikuti mereka diam diam dari belakang atau berbaur saja langsung”, pasti tidak ada yang mengetahui dan melarang.



Seakan mendapat lampu hijau dari salah satu guide baik hati ini, semangat pun langsung berkobar. Demi mengejar matahari terbit aku pun segera berpamitan kepada guide muda yang belum sempat aku tanya namanya ini.

Mengikuti sekumpulan bule dengan para guide di depannya ini aku pun membuntuti mereka. Di dalam kegelapan ini aku mencoba menyalakan senter dan berjalan seirama dengan langkah cepat mereka.

Jalan masih terasa datar yang berada di tengah perkebunan. Ayunan langkah para bule ini memang terkesan panjang dan cepat, dan aku semakin kewalahan mengikuti langkah langkah mereka. Hingga akhirnya aku terhenti di sebuah tanah lapang di tengah bebatuan vulkanis, gerombolan bule yang aku ikuti tadi pun meninggalkanku seorang diri.

Nafas tersengal sengal, degup jantung pun terasa berpacu lebih cepat dari biasanya. Aku coba menenangkan ritme nafas terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan. Dari tempatku berhenti ini jalur nampak jelas, apalagi dengan kerlipan senter para bule yang berjalan di kejauhan membuat navigasi perjalanan semakin mudah.

Sekitar 45 menit berjalan aku bertemu dengan plang bertulisakan POS 1, dan disebelahnya terdapat arah panah yang menunjukkan jalur menuju puncak Gunung Batur. Aku mencoba menerawang kontur jalur yang ada di depan, kilatan lampu senter pun membiaskan bayangan jalur miring yang harus aku lalui sebentar lagi.

Jalur berkerikil bercampur pasir dengan kemiringan sekitar 45 derajat adalah gambaran kecil jalur yang harus dilalui. Dengan berjalan perlahan dan mengatur ritme nafas aku coba untuk melangkahkan kaki kembali.

Namun apa daya tubuh yang jarang diajak untuk bergerak ini pun terlalu sering berhenti untuk mengambil nafas di setiap tikungan. Berjalan seperti siput aku kembali melangkah. Dan tak berselang lama semburat merah mulai muncul di cakrawala.

Semburat Jingga Menandakan Sang Mentari Segera Bangun
Aku harus semakin cepat berjalan, aku tak mau ketinggalan menikmati sang surya bangun dari tidurnya. Entah karena dorongan apa kakiku semakin cepat melangkah mengabaikan deru nafas yang semakin memburu.

Bayangan bayangan hitam pun mulai nampak seiring dengan aku tiba di puncak pertama gunung batur. Bayangan bayangan hitam ini sebenarnya sebuah kerucut besar badan sang gunung bernama gunung abang berpadu dengan dataran kaldera kintamani yang mengitari kawasan geopark pertama di Indonesia ini. Dan sedikit memicingkan mata aku pun dapat melihat puncak dari Gunung Agung yang berada tepat di belakang gunung abang.

Lautan Awan Di Kaldera Batur
Tepat di puncak pertama ini terdapat sebuah bangunan yang aku perkirakan ini sebuah warung untuk menyambut para pendaki gunung batur, namun entah kenapa hari ini nampak tertutup dengan rapat. Di depan warung terdapat jejeran kayu yang dibentuk sebuah kursi panjang.

Dari sini panorama keindahan khas gunung batur bisa kita nikmati. Melongok ke depan kita akan disuguhi keindahan danau vulkanik batur yang dikelilingi kaldera kintamani. Tepat di kaldera ini pun terdapat gunung abang yang sedikit menutupi kemegahan gunung agung di belakangnya.

Pagi Yang Menakjubkan
Dan di belakang tempat aku berdiri ini terdapat sebuah kawah vulkanis dari gunung batur sendiri. Dinding dinding kawah batur ini menyiratkan sebuah letusan dahsyat pada masa lampau dan sampai sekarang pun kawah ini masih aktif. Sehingga kawasan disekitar gunung batur ditetapkan sebagai kawasan rawan bencana.

Dan karena semua keindahan dan keunikan yang dimiliki kawasan batur pada tahun 2012 UNESCO akhirnya menetapkan kawasan kaldera batur ini menjadi taman bumi atau Geopark pertama di Indonesia.

Tanah Yang Berasap Menandakan Gunung Batur Masih Aktif 
Penjelasan lainnya tentang Geopark ini adalah sebuah kawasan atau situs warisan geologi (geological heritages) yang mempunyai nilai ekologi dan warisan budaya (cultural heritages) dan berfungsi sebagai daerah konservasi, edukasi dan sustainable development.

Dan perasaanku saat berada di Geopark pertama Indonesia ini adalah rasa bangga, karena Indonesia mempunyai Geopark dengan keberagaman seperti di Batur ini, dan yang semakin bangga adalah ratusan wisatawan luar negeri yang berbondong bondong datang ke Batur untuk menikmati salah satu sudut keindahan surga Indonesia.

***

Dan setelah berjalan 15 menit dari puncak pertama akhirnya aku sampai di puncak tertinggi Gunung Batur. Di puncak inipun terdapat sebuah warung dengan bangunan permanen namun keadaannya sama warung juga tutup seperti warung sebelumnya.

Tepat disamping warung ada setapak kecil menurun dan berakhir di sebuah pelataran sempit, aku lihat dari kejauhan tampak banyak wisatawan mancanegara beserta pemandunya dan mereka tampak berkerumun membentuk lingkaran kecil.

Desa Pinggan Kintamani Di Kejauhan
Sedang apa mereka pikirku?, setelah aku amat amati ternyata mereka sedang memasukkan telur ke dalam tanah yang berasap. Dan ternyata ini juga merupakan daya tarik dari Gunung Batur, memasak telur langsung dari tanah yang mendidih. Jadi bagi kalian yang akan kesini jangan lupa membawa telur mentah yaa.

Jalur Tipis
Tak berlama lama aku pun segera berjalan kembali mengikuti sebuah setapak kecil yang semakin menjauh dari keramaian. Sebelah kiri kita akan langsung dapat memandang bekas kedahsyatan dari kawah gunung batur, sedangkan jika kita menengok sebelah kanan kita akan melihat jejeran bukit yang membentuk sebuah kaldera raksasa.

Mengikuti Setapak Kecil Di Bibir Kaldera
Seorang Diri? Tak Masalah Bagiku
Entah kenapa kaki ini serasa tak mau ingin berhenti, berjalan dan terus berjalan mengikuti jalur tipis dengan kanan kiri jurang ini. tak ada perasaan takut dan ngeri terjatuh namun perasaan yang ada hanyalah sebuah pertanyaan. Ada apa lagi di depan sana? Pemandangan seperti apa lagi yang disuguhkan gunung batur?

Keindahan Geopark Pertama Di Indonesia
Dan tak terasa akhirnya aku pun mengelilingi kaldera kawah gunung batur. Dan disetiap sisi yang aku lewati memberikan sebuah perspektif lebih jauh tentang keindahan yang ada di dalam kawasan geopark batur. Karena di setiap sisi perjalanan di atas gunung ini memberikan sudut pandang 360 derajat dan kita bisa menikmati semuanya tanpa halangan sedikit pun.

Kapan Kalian Kesini?
 Dan selama hampir 2 jam berkeliling kaldera gunung batur ini aku pun kembali ke puncak pertama. karena matahari yang semakin terik dan panas maka aku akhirnya harus segera kembali kebawah, namun sebelum berjalan kembali aku menengok kebelakang melihat kemegahan gunung batur.

Dalam hati yang paling dalam pun aku berharap agar Geopark Batur ini tetap terjaga kelestariannya mulai dari alam hingga budayanya dan yang terpenting tak lepas dari tujuan diberikannya gelar Geopark itu sendiri yang meliputi daerah konservasi, edukasi dan sustainable development.



You Might Also Like

4 komentar

  1. Paparan ceritanya keren mas. Sy suka, sy baru pertama kali naik gunung yaitu Prau dan memulai di usia 45 above 😊baca kisah maa Pradipta ini menambah keinginan menjelajah lagi. Terima kasih suguhan ceritanya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama sama bang, semoga dengan tulisan ini sedikit menambah gambaran tentang Gunung Batur.. Segera datang dan mulai menjelajah lagi :)

      Delete
  2. Maaf koreksi #Pradikta K. ☺

    ReplyDelete
  3. Ceritanya menarik dan inspiratif Mas. Sudah 2 kali saya ke Kintamani, mungkin nanti ketiga kali sy akan ke puncak Batur.

    ReplyDelete

Followers

Contact Form