Mountaineering

Gunung Merbabu - Terhenti Karena Badai

2/21/2014setapakkecil



Pagi hari itu tepat diperingatinya perayaan imlek di Negeri ini yang ditandai dengan adanya libur nasional, kami tim pendaki cepat lelah lemes letoy sedang berada di kota Salatiga. 12 orang pendaki yang terdiri dari Saya sendiri, Rendi, Fauzan, Bambang, Rangga, Dino, Argo, Jundi, Adrid, Dinna, Isti, Fita telah menempuh ratusan kilo dan berjam jam perjalanan dari ibukota Jakarta. Di hari imlek ini kami telah berencana untuk mendaki Gunung Merbabu.

Sebelum membaca cerita perjalanan kami yang lengkap, alangkah asiknya jika melihat sebentar video pendek perjalanan kami menggapai Badai di Gunung Merbabu. Tinggal klik dan nikmatilah.


Banyak orang orang berkata jika bulan januari adalah bulan waktunya para pendaki beristirahat karena cuaca tidak mendukung dan lumayan berbahaya. Sebelum hari ini pun Kami sendiri sempat bimbang apakah akan tetap menapaki kemiringan Lereng Merbabu ataukah hanya berwisata ke Jogjakarta. Bahkan pada saat H-2 pun saya sangat bimbang untuk mendaki dikarenakan banyak cerita cerita miring terhadap pendaki gunung yang kecelakaan karena cuaca yang buruk. Apalagi tim pendakian kali ini terdapat banyak wanita dan ada beberapa yang baru berkecimpung dalam dunia pendakian gunung. Tetapi setelah pertimbangan dari tim pendakian ini akan tetap menuju Basecamp pendakian dengan beberapa rencana cadangan. Jadi jika cuaca mendukung kami akan tetap mendaki Merbabu dan jika sedang badai maka kami akan segera turun dan melanjutkan perjalanan menuju Jogjakarta.

Setelah beberapa saat melepas lelah di Terminal tingkir Salatiga, Pak Tono salah satu pengelola Basecamp Cunthel pun menjemput kami dengan kendaraan pick up. Tanpa banyak membuang waktu kamipun segera mengangkat keril dan menaiki pick up satu persatu. Pak tono pun langsung menekan pedal gas. Pendakian Merbabu ada beberapa jalur pendakian resmi yang sering dilalui yaitu Cunthel, Thekelan, Wekas, dan Selo. Untuk menuju basecamp Cunthel ada beberapa alternatif kendaraan yang bisa dipergunakan. Yang pertama kita bisa menuju ke kota Salatiga dan turun di pertigaan pasar sapi kemudian oper dengan minibus / elf menuju Kopeng atau wana wisata umbul songo, dari sini kita bisa menaiki ojek hingga ke Basecamp Cunthel. Tapi jika tidak mau repot langsung saja charter elf yang ada di terminal atau bisa menghubungi Pak Tono (0813 – 2592 - 2700)


Peta Jalur Cuntel - Kopeng

Tata Tertib Pendakian Di Jalur Cuntel - Kopeng
Sekitar 30 menit perjalanan kami pun sampai di Basecamp Cunthel. Sekilas pos ini cukup terawatt dengan bangunan yang bagus dan menurut saya cukup lengkap karena disini pun kita dapat memesan kopi serta makanan sebagai pengganjal perut. Kitapun dapat membeli souvenir pendakian merbabu sebagai cindera mata berupa stiker, kaos, dan emblem. Cukup lama kami beristirahat di basecamp ini karena kita masih harus menunggu kedatangan 3 teman kami yaitu Mbak Dwi, Tanty dan Wulan. Mereka berangkat menggunakan bus dari bekasi dikarenakan kehabisan tiket kereta dan dalam perjalanan pun meraka terjebak kemacetan. Setelah menunggu hampir 4 jam wanita wanita tangguh ini pun Nampak. Tampak keceriaan diwajah mereka, tak membuang waktu lama mereka pun langsung mengajak kami semua untuk segera melakukan pendakian. Sedikit terbersit pertanyaan dalam hati apa mereka kuat untuk perjalanan kali ini?, karena mereka baru saja melakukan perjalanan sangat panjang dari bekasi.


Bebas Polio... Woyooooo
Akhirnya kita pun berangkat tepat setelah ashar. Doa bersama pun kami panjatkan ditengah awan mendung yang menggelayut di atas kami. Tapi semua itu tak menyurutkan niat kami untuk melangkah sore itu. Perlengkapan tempur menggahadapi hujan pun kami pakai mulai dari Jas hujan, rain cover dan payung. “Bebas Polioooo.. Woyoooo “ teriakan semangat kami memecah keheningan basecamp cunthel. Kami pun segera melangkah dan seperti biasa aku akan menjadi penyapu ranjau dengan berjalan pada baris paling belakang, padahal ini cuman alasan karena fisik yang memang lemah..hahaha.

Trek awal kita mengikuti jalan di tengah perkampungan hingga kita menembus ladang sayuran. Trek dari awal akan terus menanjak, memang yang namanya gunung ya pasti akan menanjak. Trek pendakian sudah sangat jelas jadi jangan khawatir untuk tersesat. Setelah berjalan 45 menit kita akan tiba di pos bayangan 1. Di pos ini terdapat bangunan permanen yang dapat digunakan untuk beristirahat dan berteduh jika cuaca sedang hujan. Lanjut perjalanan kembali dengan trek yang masih menanjak di tengah hutan hutan pinus. Disini kabut tebal mulai menyerang dengan sedikit perasaan was was jika terjadi hujan deras. Tetapi untung hanya gerimis yang menemani kita sampai di pos bayangan 2.

Pos bayangan 2 ini merupakan dataran sempit yang mungkin hanya mampu memuat 3 tenda dan terdapat sebuah bak penampungan air. Namun sayang pada waktu kami kesana bak penampungan sedang kosong dan terkesan tak terawat. Jam sudah menunjukkan pukul setengah 5, beristirahat kurang lebih sekitar 15 menit kami pun melanjutkan perjalanan. Selepas pos 2 ini jalanan semakin menyempit dan semakin menanjak. Kita harus berhati hati melangkah apalagi pada saat hujan turun dikarenakan trek berupa tanah merah. Cukup disayangkan karena yang kurang memungkinkan maka kamera saya tetap berada di peraduannya, dan saya pun tampak kehilangan mood untuk mengambil gambar.


Pos 1

Keadaan Pos 1

Sekitar 1 jam lebih kami akhirnya tiba di Pos 1. Saat tiba pun matahari tampak sudah semakin redup sinarnya. Di pos ini kami beristirahat cukup lama untuk memulihkan tenaga sebelum bertempur melalui trek di tengah balutan gelap malam. Di pos ini pun saya berdoa agar semua anggota tim diberi kekuatan, keselamatan dan kami diberikan cuaca yang baik. Yang paling saya khawatirkan sebelumnya adalah terjangan badai. Semoga ini tidak terjadi mala mini, akhir kata kata doa saya.

Kami melanjutkan perjalanan kembali dengan diterangi sinar cahaya headlamp yang kami gunakan. Bergerak perlahan menerjang tanjakan yang cukup curam. Di tengah perjalanan yang saya rasakan adalah hembusan angin yang semakin kuat dari sebelumnya, dan disini pun saya semakin was was. Ditambah lagi si Wulan mulai Nampak kelelahan dan sering terhenti di tengah perjalanan. Saya pun semakin khawatir ketika hujan mulai turun ditemani dengan kabut dan angin yang semakin kencang berhembus. Cahaya senter pun saya perkirakan hanya dapat menembus kabut dengan jarak pandang 5 meter, doa pun terus saya panjatkan sembari memberi semangat teman teman yang ada di depan saya agar lebih mempercepat langkah. Karena di saat kehujanan ini kami berada di trek yang terbuka tanpa pepohonan, sangat rawan sebenarnya berjalan di tengah padang rumput terbuka saat hujan badai sedang menerjang. Tetapi dalam doa saya terus berucap agar kami selalu diberi keselamatan.

Benar saja tak  begitu lama hujan badai semakin ganas menerjang kami. Bahkan angin tampak meraung raung memperingatkan akan kejamnya dia. Untuk pertama kalinya saya merasakan rasa takut di tengah keganasan alam seperti ini, apakah kami dapat bertahan atau tidak. Terus bergerak di tengah badai akhirnya sinar senter kami menyinari plang bertuliskan Pos 2. Akhirnya kami menemui tanah lapang yang dapat kami dirikan tenda untuk sekedar berteduh. Namun sayang keadaan saat itu sudah banyak tenda yang berdiri, kami sempat kebingungan mencari tempat mendirikan tenda. Tapi keadaan alam yang memaksa kita untuk berpikir cepat akhirnya di tanah miring, semak semak, bebatuan, 5 tenda kami pun berdiri. Setelah pembagian tenda telah selesai dengan prioritas anggota wanita terlebih dahulu. Raungan angin malam itu sangat menggetarkan nyali kami yang meringkuk di dalam tenda. Tenda bergetar hebat, bahkan saya sempat takut jikalau tenda kami terbang kesapu angin, hahaha. Ditengah raungan angin pun kami terlelap di tengah kelelahan dan kedinginan yang mendera.

Pos 2
Deru angin tetap terdengar hebat disaat mata saya terbuka, terpikir diluar masih hujan badai seperti semalam. Tetapi sayup sayup terdengar teriakan rendi yang menyuruh saya segera bangun dan keluar tenda. Segera saya keluar tenda dan seketika saya disambut dengan udara dingin bercampur hembusan keras angin. Brrrrrrrrr…dingin sekali pagi itu. Tampak di ujung jurang teman teman saya berkumpul dan memandang lurus kedepan. Saya segera menuju mereka dan saya pun terperangah dengan pemandangan pagi yang menakjubkan.


Pagi Yang Menakjubkan
Tampak di seberang sana Gunung Sumbing dan Sindoro yang berdiri gagah dan seakan member salam selamat pagi kepada kami semua di lereng Merbabu ini. Disebelah kanan tampak gunung Andong dengan bentuknya yang khas dan Gunung Telomoyo tampak mengintip di rerimbunan Pos 2 ini. Pagi yang sangat cerah, berbeda dengan cuaca malam kemarin namun yang sama hanya angin tetap berhembus kencang semenjak badai kemarin. Cukup lama momen pagi ini kami nikmati, kami berfoto foto narsis di lereng jalur cunthel ini.


Sumbing dan Sindoro

Gunung Telomoyo dan Ungaran Mengintip
Di tengah hembusan angin ini perut pun terasa keroncongan, akhirnya peralatan masak kami keluarkan untuk segera memasak logistik kami yang belum sempat kami masak. Kompor pun kami letakkan di antara tenda agar terlindung dari hembusan angin. Tak beberapa lama masakan pun telah tersaji dan langsung acara santap makanan dilangsungkan. Sungguh terasa nikmat sarapan pagi ini.


Sarapan Pagi Itu
Sempat terpikir dibenak apakah perjalanan akan kita lanjutkan atau tidak. Melihat cuaca yang cerah tersimpan keinginan untuk melanjutkan perjalanan, namun ada beberapa pendaki yang menyarankan agar menghentikan pendakian karena di Pos 3 angin berhembus lebih kencang dari pos 2 ini. Bisa kami bayangkan betapa sulitnya dihempas angin semalam, dan kami pun tak ingin kejadian tersebut terulang kembali di hari ini. Keputusan pun diambil, kita akan turun kembali. Segera kita berkemas setelah sarapan agar lebih bisa efisiensi waktu karena rencana cadangan kita adalah menuju Jogjakarta.


Berdesakan
Puncak Bukan Tujuan Utama Kami

Kebersamaanlah Yang Kami Cari
Dalam perjalanan turun kami pemandangan di jalur ternyata cukup indah. Gunung Andong dan Telomoyo ada dihadapan kita. Sinar matahari tampak terik bersinar namun angin yang berhembus tetap membuat tubuh kita begidik kedinginan. Perjalanan turun terasa sangat cepat dibandingkan kita naik. Tak sampai 3 jam kami telah kembali di basecamp cunthel. Terbersit doa dalam hati saya, semoga kelak saya dapat kembali menapaki lereng Merbabu ini dan suatu saat akan aku injakkan kaki di Puncak Kentheng Songo.


Gunung Andong dan Telomoyo

Sinyal WANI

Semburat Sisa Badai 
Ada beberapa pelajaran yang dapat kita petik dalam perjalanan kali yaitu jangan sekali kali kita menantang alam, Karena kita bukanlah siapa siapa di hadapan alam yang megah ini. Dalam pendakian pun jika keadaan memang tak memungkinkan jangan sekali kali kita memaksakan keinginan dan ego.
Dan satu prinsip dalam perjalanan pendakian kami “Puncak bukanlah tujuan utama, namun kebersamaanlah yang kami cari”. Bebas Polioooo…Woyoooooooo.

You Might Also Like

6 komentar

  1. kerennnnnnnnnnnnnnn ................. saya yg lahir di lereng merbabu aja blm pernah ke puncak hikhikhikhik

    ReplyDelete
  2. untuk 3 minggu kedepan merbabu aman?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hubungi nomer basecamp cunthel diatas untuk info lebih lanjut

      Delete
  3. Mas Pradikta, mau ikut gabung pecel lele-an dong..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mau yang pedes apa yang sedengan aja nih? :p

      Delete

Followers

Contact Form