featured Travelling

Terpesona Oleh Bajawa

1/11/2018setapakkecil



Malam telah berlalu, subuh pun beranjak pergi. Tapi kaki ini masih tetap berjingkat jingkat ketika melangkah diatas lantai tanpa alas. Bajawa kali ini sungguh begitu dingin menurutku. Tapi memang Bulan Agustus ini adalah puncak dari musim kemarau yang biasanya suhu pada malam hari akan menyentuh titik terendahnya.

Kota kecil dengan ketinggian sekitar 1.100 meter diatas permukaan laut ini benar benar membuktikan sebutan yang orang orang sematkan padanya. “Bajawa Kota Dingin” begitulah kebanyakan orang flores menyebutnya. Dan memang benar adanya, semalam aku tidur didalam kamar menggunakan jaket gunung ditambah selimut tebal, tetapi rasa dingin itu seakan tak mau pergi.


Anggapan tentang flores yang panas, kering, dan gersang pun langsung menguap begitu saja ketika tahu keadaan Kota Bajawa yang sangat subur, hijau, dingin dan menentramkan hati. Kota kecil ini bagaikan mangkuk kecil di tengah tengah perbukitan dan gunung gemunung yang menjulang tinggi. Bajawa juga merupakan penghasil kopi nomor satu di Pulau Flores. Dan bahkan kini hampir disetiap café maupun kedai kopi di kota kota besar dapat dipastikan terdapat varian kopi nusantara berlabel “Flores Bajawa”.


Panen Kopi Bajawa Flores (Sumber)


Gunung Inerie

Tak jauh dari Bajawa juga berdiri kokoh piramida alami bernama Inerie. Piramida sungguhan? Hanya kiasan untuk sebuah gunung tertinggi di dataran Flores. Namun bentuknya yang kerucut sempurna dan jika dilihat dari kejauhan bentuknya hampir mirip dengan piramida. 2.245 adalah titik tertinggi dari Gunung Inerie, tak begitu tinggi namun membuat para petualang untuk menjejakkan kaki diatas puncaknya. Begitu pun dengan aku ketika memandangnya tersimpan hasrat dan impian agar kelak bisa kembali ke Flores dan mendaki sang Inerie.

Status inerie masih terbilang aktif hingga saat ini. Dari puncak hingga sekujur tubuhnya nampak gersang yang menandakan gunung ini masih sering bergejolak. Namun semakin kebawah penampakan alamnya pun semakin berubah. Tepat di kaki kaki Inerie terdapat lahan sangat subur nan menghidupi bagi para manusia yang mendiami lembah lembah di kaki Gunung Inerie.


Piramida Alami, Gunung Inerie
Seperti halnya para suku adat asli Bajawa mereka banyak mendiami daerah di kaki Gunung Inerie yang menjulang tinggi. Keberadaannya di bawah gunung merupakan ciri khas masyarakat asli yang mempercayai dan memuja gunung sebagai tempatnya para dewa. Banyak masyarakat percaya keberadaan Dewa Yeta yang bersinggasana di Gunung Inerie akan melindungi kampung mereka.


Desa Adat Bena

Salah satu yang masih menjaga kuat adat istiadat adalah para warga dari Desa Bena. 45 buah rumah yang saling mengelilingi dengan 9 suku yang menghuni rumah-rumah tersebut, yaitu suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago. Pembeda antara satu suku dengan suku lainnya adalah adanya tingkatan sebanyak 9 buah dan setiap satu suku berada dalam satu tingkat ketinggian. Susunan rumah-rumah di Bena terlihat sangat unik karena bentuknya yang melingkar membentuk huruf U, dan setiap rumahnya pun memiliki hiasan atap yang berbeda satu sama lainnya berdasarkan garis keturunan yang berkuasa dan tinggal di rumah tersebut.




Ketika melangkah di teras teras bertingkat ini aku sering di ingatkan oleh para penduduk Desa Bena agar tak menginjak dan menyentuh bebatuan yang ada disana. Karena dari penjelasan mereka batu batu itu adalah sebuah penanda makam dari para leluhur mereka. Tak ada kata kata marah ketika para pengunjung tak sengaja menyentuhnya, hanya sebuah penjelasan halus dengan senyuman dari para penduduk Bena.

Tak ada biaya masuk ketika berkunjung ke Desa Bena, hanya perlu sumbangan sukarela saja. Ketika berkunjung pun kami harus mengenakan sebuah kain tenun khas dari Desa Bena ini. Tenun merupakan identitas mayoritas dari penduduk Flores tak terkecuali Penduduk Desa Bena ini. Para ibu ibu nampak selalu sibuk dengan alat tenunnya yang berada di depan rumah rumah adat. Kain kain tenun yang sudah selesai mereka pajang diatas sekaligus dijajakan kepada para pengunjung.



Harga untuk kain tenun berukuran besar sekitar 300 – 500 ribu. Terkesan mahal memang, namun ketika kita tahu bagaiamana proses untuk membuat sebuah kain tenun itu kita akan berpikir harga itu akan terasa pantas. Kain tenun benar benar dibuat secara handmade mulai dari benang hingga menjadi lembaran kain. Bahan baku benangnya pun mereka buat secara mandiri memanfaatkan dari akar akar tumbuhan yang mereka tanam di ladang.

Berfoto di Desa Bena ini serasa kembali pada zaman batu dahulu kala. Background rumah adat dengan bebatuan berbagai ukuran yang tertata di belakang menambah keeksotisan gambar yang tertangkap pada kamera. Spot spot foto juga terdapat di beberap titik dimana kita dapat memandang keindahan Desa Bena dari ketinggian. Tepat di pelataran belakang desa pun terdapat sebuah pondok kecil untuk beristirahat para pengunjung. Dari pondok kecil ini pemandangan lepas langsung tersaji di depan mata. Gagah anggun inerie sangat jelas terlihat, cerukan cerukan tanah yang membentuk tebing tebing nan terjal dapat kita nikmati, apalagi di kejauhan gradasi warna biru dari lautan juga terlihat makin menambah indah perpaduan alam yang disajikan di Desa Bena.



Pemandian Air Panas Mageruda Soa

Berada di sekitar pegunungan aktif menjadikan Bajawa mempunyai beberapa atraksi alam yang menarik salah satunya adalah sumber mata air alami bernama Mageruda yang berada di kecamata Soa dan tak begitu jauh dari Bandar udara Bajawa.

Sehabis berkunjung dari Desa Adat Bena, aku bersama rombongan kawan kawan segera meluncur ke Mageruda. Tak lebih dari 60 menit kami pun memasuki kawasan pemandian air panas ini. Cukup membayar 5 ribu per kepala kita sudah dapat masuk dan menikmati air panas yang langsung keluar dari perut bumi tanah Flores.


Sumber Air Panas Mageruda
Air panas keluar dari sebuah kolam yang berukuran sekitar 5 x 5 meter dan dikelilingi oleh pohon pohon rindang. Sekilas dari atas kolam kecil ini nampak sangat menyegarkan. Namun begitu tubuh masuk ke dalam kolam, kulit tubuh seakan menolak air yang terasa begitu panas ini. Aku dan kawan kawan berjingkat begitu mengetahui panasnya air. Tetapi setelah tubuh beradaptasi dengan panas air, maka selanjutnya kenikmatan yang kita rasakan. Disarankan maksimal hanya 15 menit di dalam air panas, karena tubuh tak akan kuat jika terlalu lama terkena air panas. Efek yang timbul jika terlalu lama di dalam air panas adalah mual dan muntah muntah.

Debit air panas yang keluar dari sumber sumber di dalam tanah sungguh besar. Hal ini dapat dilihat dari aliran air yang membentuk sebuah sungai kecil yang berarus deras. Hanya sekitar 10 meter panjang aliran sungai karena tepat di ujungnya sebuah tebing curam menanti hingga menjadikan aliran air tadi sebuah air terjun indah dengan airnya yang begitu panas.


Air Terjun Panas
Tak begitu lama aku berkunjung dan menikmati kota dingin Bajawa. Namun dari kunjungan singkat bisa aku pastikan jika aku jatuh cinta dengan kota kecil nan indah ini. Dalam hatiku pun aku bermimpi jika diberikan kesempatan dan waktu aku akan mencoba kembali ke Bajawa dan melihat sisi yang belum aku lihat saat ini. Apalagi kegagahan inerie seakan selalu menantang kekuatan kaki untuk bisa berdiri diatas tanah tertinggi Flores.



You Might Also Like

4 komentar

  1. aku diajak bro.. hihi bisa nih dgn gadget baru :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku sih selalu ngajak mas, sampean mesti gak mau kan..haha

      Delete
  2. Seru sepertinya 😊 jadi pengen juga

    ReplyDelete

Followers

Contact Form