Travelling

Menjelajah Coban Sumber Pitu

11/07/2016setapakkecil


Desa Pujon Kidul menjadi tempat tujuanku kali ini, desa kecil yang berada di kaki Pegunungan Putri Tidur. Udara sejuk khas pegunungan menyergap ketika aku membuka pintu mobil.

“Mobil bisa dibawa sampai parkiran atas mas? Tanyaku pada penjaga pos pembayaran.

“Bisa mas kalau yang nyetir udah ahli”, sahut mas mas berwajah ramah ini.

“Jalannya sempit ya? Sudah ada mobil yang naik tadi mas? Tanyaku mencecar, karena dalam hati agak ragu juga dengan medan yang belum aku kenal.

“Belum ada mas, sampean yang pertama hari ini. Dari sini juga masih 4 km lagi”.

“Wahh jauh juga kalau jalan, yasudah saya coba dulu deh mas” sahutku kembali.

“Gimana siapp kalian?” timpalku pada Fita, Yasmin dan Gallus


“Woyooooo…lanjuttt” jawab mereka serentak.

Jalur langsung masuk hutan pinus yang masih sangat asri, dengan kecepatan konstan aku pacu mobil melewati jalur tanah berbatu. Aku matikan ac dan membuka semua jendela agar udara bersih bisa leluasa masuk.

Jalur meliuk liuk menembus lebatnya hutan. Jalur lumayan lebar di beberapa titik terdapat lahan luas untuk menempatkan mobil jika sewaktu waktu dari depan muncul mobil dan berpapasan. Jalur juga tak terlalu menanjak dengan kiri kanan bukan jurang menganga jadi perasaan wawas sedari tadi di pos kini mulai sirna.

Lambaian penjaga parkir pun menyambut kami setibanya di parkiran atas, dan memang benar hanya ada mobil kami pagi itu. Pengunjung lain kebanyakan menggunakan sepeda motor. Parkiran atas ini sekilas terawat bersih dengan deretan warung berjejer, toilet bersih pun tampak tertata bersih dan rapi. Nampaknya pesona Coban Sumber Pitu ini mulai menggeliat, terbukti dengan fasilitas yang sudah baik dititik awal ini.

Jalur setapak awal
Jalan setapak kecil siap kami pijak selepas parkiran. Pohon pohon besar nan rindang memayungi kami dari sinar matahari terik. Langsung menanjak itulah gambaran tentang jalur menuju Coban Sumber Pitu. Namun tak perlu khawatir jalur setapak sudah dibuat sedemikian rupa agar pengunjung dapat berjalan dengan nyaman. Kayu kayu ditata dengan rapi hingga membentuk undakan undakan kecil untuk memudahkan kita melewati jalur.

“Istirahattt….” Teriak Dek Yasmin sambil ngos ngosan.

Entah sudah berapa puluh tangga kami lewati, dari perjalanan awal ini sudah dapat aku tebak jika perjalanan kali ini tidak bisa dikatakan mudah. Beberapa ratus meter di depan nambah vegetasi pepohonan rapat mulai terbuka. Debu debu berterbangan dari injakan pengunjung yang mendahului kami yang mulai kelelahan.

“Ayoooo… sedikit lagi, istirahat disana saja di bawah pohon” seruku pada Fita dan Yasmin yang mulai nampak semakin lelah menghadapi jalur yang semakin menanjak, berdebu dan tentunya menguras tenaga. Hujan masih jarang menyapa desa Pujon Kidul ini nampaknya. Jalur tetap berdebu selepas pos pertama yang kami lewati namun kemiringannya mulai bersahabat. Sinar matahari nampak sangat menyengat namun udara yang menerpa ini sejuk, bukti sahih jika kami telah berjalan cukup tinggi di lereng Pegunungan Putri Tidur.

Jalur terbuka dan berdebu

“Masih jauh?.. Dimana air terjunnya?... Kok jauh ya? .. satu persatu pertanyaan gelisah dari Fita dan Yasmin mulai keluar seakan mereka tak siap mengahadapi jalur “Semi Pendakian” ini.

“Itu kayaknya sudah dekat, air terjunnya ada dibawah lereng ini”

“Itu di depan jalur sudah enak kok, sudah gak menanjak dan nanti turun terus”.. sama seperti mendaki gunung, perjalanan menuju Coban Sumber Pitu ini aku juga sering mengeluarkan kalimat penyemangat. Perlu sedikit kebohongan agar mereka kembali semangat menerjang jalur. Sebelah kanan jurang dalam yang aku perkirakan di bawah adalah aliran air dari Coban Sumber Pitu, namun jalur masih aman karena lebar dan dilindungi semak semak dan pepohonan rendah.

Perlahan dan perlahan kami berjalan dan cenderung sangat santai. Ketika melihat sebilah potongan batang pohon dibentuk menjadi kursi sederhana kami langsung berlarian dan merebahkan badan. Semilir angin makin sejuk dibawah pohon rindag begini, tak apalah memejamkan mata barang 5 menit sambil menikmati suara dedaunan yang bergerak pelan. Sungguh suasana yang mendamaikan hati.

Coban Siji

“Masih jauh kah mas?”

“Sedikit lagi, itu dibawah sudah kelihatan, semangat mas” ujar sekelompok pemuda berbaju basah yang nampaknya mereka tadi bermain air di Coban sana.

Tak sabar rasanya untuk segera merasakan kesegaran airnya apalagi kami yang sudah kelelahan dan kepanasan di jalur terbuka tadi. Kaki semakin cepat melangkah apalagi jalur mulai terus menurun. Benar saja suara gemuruh air mulai terdengar dan tak lama sebuah air terjun menampakan wujudnya dari kejauhan. Dari bentuknya aku sudah dapat menebak jika air terjun di depan ini adalah Coban Siji atau Coban Tunggal karena aliran airnya yang hanya satu.

Mengintip dari kejauhan
Suasana nampak semakin teduh dan sejuk saat kami mulai mendekati Coban Siji apalagi mega mulai menutupi sinar matahari dan ini pun menjadi pertanda jika kami sudah berada di ketinggian.

Gemuruh suara Coban Siji nampak terdengar nyaring seakan ingin menunjukkan debit airnya yang cukup besar. Air yang jatuh dari atas membentuk sebuah aliran sungai yang mengalir kebawah dan bertemu dengan aliran sungai lain dari sebelah kiri. Tertarik akan sungai dari sebelah kiri ini aku susuri sedikit dan melongok keatas. Nampak tebing tinggi curam dengan jalur berundak menuju keatas, dan sekali lagi aku tebak itu pasti Coban Sumber Pitu yang akan kami tuju.

Coban Siji
Air begitu melimpah di titik ini karena dua aliran air bertemu menjadi satu. Sifat kekanakan kami pun muncul di tempat seindah ini. kami berlarian sendiri sendiri menuju titik dimana kami ingin menikmati kesegaran air. Dingin sekali air ini pikirku, bukan sejuk lagi namun hampir seperti es yang baru keluar dari kulkas.

Selain bermain air ada satu lagi hal yang menggoda di tempat kaya akan aliran air seperti ini yaitu membekukan momen dengan jepretan kamera. Air yang melewati sela sela bebatuan yang berserakan sangat menarik untuk dijadikan objek foto dengan sedikit teknik slow shutter.



Coban Sumber Pitu

Menapaki anak tangga berundak undak dan terjal adalah tantangan jika ingin mengunjungi Coban Sumber Pitu. Undakan kayu sudah sangat rapi tertata yang memudahkan kaki kita untuk melangkah. Disisi kiri jurang dalam menganga dan didasarnya adalah aliran dari Coban Sumber Pitu diatas sana yang mulai menampakkan dirinya.

Menengok kebelakang mulai nampak seberapa tinggi aku mulai berjalan. Dan terbayang betapa beratnya jalur dahulu ketika anak tangga ini belum ada. Yang ada pasti hanya tanah licin dengan kemiringan tajam dan jika terpeleset jurang dalam sudah menanti kita disebelah kiri. Sedikit ngeri memikirkan masa lalu namun saat ini Coban Sumber Pitu sudah bersolek dan siap untuk memanjakan para pengunjungnya yang merindukan keasrian alam.

Tanjakan sebelum Coban Sumber Pitu

Sebuah batang pohon besar teronggok disamping jalur berlatar tebing tinggi dan di tengahnya muncul 7 sumber yang membentuk rangkaian coban atau yang biasa disebut Air Terjun. Sebuah komposisi yang sangat pas jika dibekukan dalam bingkai foto pikirku.
“Dek…coba kamu duduk disana, tapi hati hatinya jangan terlalu minggir”. Dan benar saja sebuah foto epic pun aku dapatkan. Inilah Coban Sumber Pitu sebuah surga kecil di lereng Pegunungan Putri Tidur.  



Meneruskan langkah untuk semakin mendekat ke aliran Coban Sumber Pitu. Semakin dekat semakin jelas pula kemegahan Coban ini. Air nampak keluar dari tengah tengah tebing tinggi diatas sana, sejajar berjumlah tujuh, dan seakan padu mengeluarkan air berdebit hampir sama. Dedaunan perdu yang menempel di dinding tebing menambah kesan asri dan teduh. Sekilas hampir sama seperti Air Terjun Benang Stokel di Pulau Lombok sana, persis namun keduanya memberikan keindahan khas yang berbeda.

Termangu dan termenung melihat keindahan yang ada di depan mata. Terselip satu pertanyaan bagaimana tempat ini bisa tercipta? Menebak nebak dengan alasan rasional yang aku bisa namun yang pasti tempat ini tercipta ketika Tuhan sedang tersenyum.

Coban Sumber Pitu
Melihat kekanan aku menemui jalur dari bawah masih menyambung keatas, dan untuk sekalian aku menebak pasti itu menuju Coban Papat seperti yang tertulis di parkiran mobil tadi jika satu kawasan ini memiliki 3 Air Terjun berbeda, mulai dari Coba Siji, Coban Sumber Pitu, dan Coban Sumber Papat.

Coban Sumber Papat

“Masih kuat gak?” tanyaku pada yang lain

“Masih, ayok lanjut aja..nanti balik terus mandi disini mas” sahut Fita.

Menapaki jalur menanjak kembali dan tetap dengan anak tangga kayu tersusun rapi. Dari jalur ini Coban Sumber Pitu dibelakang makin cantik jika dilihat dari ketinggian. Berhenti sebentar untuk mengambil beberap foto kami pun melanjutkan langkah kaki menyusuri jalur menuju Coban Papat.

View dari ketinggian
Hanya 5 menit berjalan dengan jalur datar yang sedikit berkelok kelok kami tiba di Coban Sumber Papat. Karakter air terjunnya hampir sama dengan Coban Sumber Pitu, aliran air keluar dari tebing namun tak begitu tinggi dan berjumlah empat atau papat dalam bahasa jawa. Hanya ada kami berempat di Coban Papat saat itu, suasana lebih tertutup dengan pepohonan besar di sekeliling dan tepat di bawah pohon terdapat makam lengkap dengan batu batuan nisan dan sesajen diatasnya.

Kesan wingit sangat terasa di Coban Papat, aku pun tak berani mengambil gambar dari makam yang mungkin di keramatkan ini. tak berani banyak bicara di areal makam aku pun mengajak yang lain untuk lebih mendekat ke aliran Coban Papat untuk menghilangkan kesan seram dan wingit yang hinggap.

Coban Sumber Papat
Setelah dirasa cukup kami pun kembali ke Coban Sumber Pitu dan meninggalkan segala prasangka akan makam wingit di Cobat Papat. Meletakkan segala peralatan aku coba untuk mendekat ke bawah aliran air Coban Pitu.

“Hahhhhh dingin bangetttt….” Sumpah ini dingin banget seperti es batu dari freezer kulkas ditumpahkan di atas kepala kemudian meluncur keatas tubuh. Kepalaku sampai pusing merasakan air yang begitu dingin ini. Tak sampai 5 menit aku bertahan di aliran airnya aku segera berlarian menuju tempat Fita yang nampak terkekeh melihat aku yang gemetar kedinginan.

Puas mencoba aliran air Coban Sumber Pitu aku rasa sekarang cukup disini duduk menikmati suasana. Termenung cukup lama dan pikiranku pun melayang betapa Desa Pujon Kidul ini diberikan anugerah alam yang indah dan kini Ciptaan Tuhan yang indah ini pun dapat menghidupi warga yang ada aliran airnya. Gelombang wisatawan yang semakin berdatangan menjadikan berkah bagi masyarakat Coban Kidul.

Dan semoga dengan semakin bergaungnya nama Coban Sumber Pitu ini juga berjalan selaras dengan kesungguhan pengelola dan para pengunjung untuk membebaskan tempat seindah ini dari sampah. Butuh kesadaran kita bersama untuk mewujudkan semua itu karena pada hakikatnya kita sebagai manusia harus berjalan seiring denga alam, karena alam sendiri lah yang senantiasa memberikan kehidupan bagi manusia yang kecil di hadapan Semesta Alam apalagi di hadapan Tuhan.



You Might Also Like

1 komentar

  1. This permits you to cut back Direct CNC tight tolerances whereas maintaining components’ important efficiency wants and saving costs. Screen printing, recognized as|also called|also referred to as} silk-screening, employs fine polyester mesh and a blade to apply the ink to specific sections of the metal part. During the process, stencils help to guard the areas the place ink mustn't reach. The stencils are fastidiously positioned to attain exact design features. Type II– this amortization uses sulfuric acid to provide a robust and corrosion-resistant layer on the product’s floor. Type I – includes the creation of a skinny layer on the metal floor with the use of of} chromic acid.

    ReplyDelete

Followers

Contact Form