featured Travelling

Pulau Bawean, Sebuah Cagar Alam Yang Menakjubkan (1)

4/25/2018setapakkecil



Pukul 5 pagi matahari untuk pertama kali mulai menampakkan sinarnya. Lembut dan perlahan seiring dengan laju kapal Ferry yang juga perlahan menerjang Laut Jawa. Sudah 8 jam kapal ini berlayar dari pelabuhan gresik dengan tujuan Pulau Bawean yang berada di garis paling luar dari Kabupaten yang berjuluk “Kota Pudak”. Bawean adalah sebuah gugusan pulau yang berstatus “Cagar Alam” dan mulai digadang gadang menjadi tujuan wisata utama di Kabupaten Gresik.

Tepat pukul 6 pagi Kapal Ferry akhirnya menyentuh dermaga. Orang orang nampak riuh rendah menampakkan wajah bahagia begitu pengeras suara menandakan pintu kapal sudah dibuka dan penumpang sudah bisa keluar. Dari geladak samping beberapa penumpang nampak melambai lambaikan tangan kepada orang yang berada dibawah sana seakan mengabarkan “haii, aku sudah kembali kerumah”. Beberapa orang lagi nampak bergegas dan ingin menerobos barisan penumpang yang antri menuruni tangga menuju pintu keluar.


Pulau Bawean Dilihat Dari Kapal Ferry
Dari ratusan penumpang yang ada hanya aku dan beberapa temanku saja yang bersikap santai sembari menikmati pemandangan Pulau Bawean untuk pertama kalinya. Melihat sekeliling pun nampaknya hanya kami di kapal itu yang berstatus sebagai “wisatawan”, yang lain bisa aku pastikan jika mereka adalah penduduk asli dari Pulau Bawean.

Ketika mulai berjalan keluar dari kapal dan menyusuri jalanan aku merasa tempat ini tak asing. Suasana dan pemandangan yang hampir bisa dikatakan mirip. Yaaa aku seperti sedang melangkah masuk di Karimun Jawa. Berbeda posisi memang tapi dalam hati menginginkan apa yang akan aku lihat 3 hari kedepan bisa mengalahkan saudara jauhnya si Karimunjawa. Ekspektasiku memang begitu besar ketika pertama kali menjejakkan kaki di Pulau Bawean ini, dan semoga semuanya berbanding lurus dengan apa yang aku lihat sebenarnya nanti.



Dari pelabuhan kami menaiki motor yang sudah kami pesan sebelumnya dari kenalan kawan yang memang asli orang Bawean. Salah satu keberuntungan jika bisa aku bilang, karena dengan adanya orang lokal akan lebih mempermudah semua untuk mendapatkan info tentang Bawean yang belum aku kenal sebelumnya. Apalagi dia mempunyai sebuah penginapan yang berada tak jauh dari Pelabuhan. Sudah dapat dipastikan aku dan rombongan kawan kawan yang datang mendapatkan harga spesial.

Senja Hotel namanya, tak terlalu besar memang namun sudah cukup mewah bagi kami saat itu dan lebih dari cukup. Setelah beristirahat sejenak sembari mengisi perut kami pun tak ingin membuang waktu. Aku, bersama 10 orang kawanku yang lain segera memacu kendaraan menuju destinasi pertama kami “Penangkaran Rusa” yang berada di sebelah barat Pulau Bawean. 

Tak banyak penunjuk arah yang dapat ditemui sepanjang perjalanan, bagi orang awam kemungkinan untuk salah arah sangat besar maka dari itu bertanya adalah salah satu hal wajib ataupun mengajak seorang Guide lokal untuk menemani perjalanan. Seperti kami pada saat itu kami ditemani orang lokal bernama Mas Kaha. Dia ini sangat paham destinasi mana saja yang wajib untuk kami kunjungi di Bawean, oleh karena itu selama di Bawean kami semua hanya menguntit di belakangnya saja.

Penangkaran Rusa Bawean

“Sebenarnya saat ini kami tutup penangkaran ini untuk pengunjung mas, diluar sana kan sudah kami tutup juga pagarnya”… Ujar seorang penjaga yang sedang bertugas menemui kami.

Memang diluar tadi kami tetap nekat untuk masuk walaupun terdapat sebuah plang bambu dan bertuliskan “Penangkaran Rusa Tutup”. Sudah jauh jauh datang, sekedar menengok saja kenapa tidak boleh, begitulah pemikiran kami berpendapat.

“Maaf pak, kami sudah masuk tanpa izin.. kami datang kesini dari Surabaya karena penasaran seperti apa Rusa endemic yang ada di Bawean ini”… aku sedikit mengutarakan argumentasi saat itu.

“Kami tutup karena saat ini sedang ada 4 Rusa yang kami rehabilitasi sebelum dilepas liarkan mas, mereka butuh ketenangan, oleh karena itu kami larang pengunjung untuk masuk… tapi karena sudah terlanjur disini, silahkan mas masnya melihat rusa tapi di Kandang yang belakang sana ya, tapi pelan pelan dan jangan membuat kegaduhan”

“Baik pakk…” serempak kawan kawan menimpalinya

Melihat yang lain mulai melangkah mendekati kandang rusa bagian belakang. Aku tetap berbincang bincang dengan para penjaga penangkaran ini. Ingin mengetahui lebih jauh tentang Rusa Bawean langsung dari orang yang menjaga mereka.




“Rusa Bawean ini adalah hewan endemik di Bawean sini mas, jumlah yang hidup liar saat ini sangat sedikit, maka dari itu kami membantu perkembangan rusa dengan menangkarkannya disini”

“Selain rusa di Bawean ini juga ada Babi Kutil dan Elang yang endemik dan hanya bisa ditemui disini. Bawean ini statusnya adalah Cagar Alam mas, jadi sebenarnya tak semua orang bisa masuk kesini, harus ada izin khusus. Tapi makin kesini Bawean semakin ramai oleh wisatawan, pemerintah pun melihat ini sebagai prospek jangka panjang dan nampaknya akan mengganti status Bawean ini sebagai pulau wisata mas”

“Dalam hati kami tidak apa apa status berganti, namun kami ingin agar hewan hewan dan lingkungan di Bawean ini tetap lestari dan terjaga sampai kapan pun mas, itu saja”.

Aku pun meng “Amini” perkataan dari Bapak penjaga penangkaran ini, semoga kedepan Pulau Bawean tetap lestari dan tak bernasip serupa dengan Cagar Alam lain di Jawa Timur yang bernama Pulau Sempu dan belakangan di komersialisasi oleh oknum oknum terkait untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok saja.




Penangkaran rusa ini berada di tepat di lembahan perbukitan yang ada di pusat Pulau Bawean, berada di ketinggian dan jauh dari perumahan warga, menjadikan tempat ini sangat cocok untuk para rusa rusa yang membutuhkan ketenangan. Pemandangannya pun aduhai, dari pos penjaga sini terlihat dari kejauhan birunya langit dan hijaunya persawahan dibawah sana.

Rusa rusa yang ada di dalam kandang pun nampak begitu terawat dengan makanan yang melimpah. Sesekali mereka memandang kami dengan tatapan menyelidik. Seakan tak terganggu dengan kedatangan kami para rusa pun nampak tenang meneruskan acara makan mereka. Dari segi bentuk memang tak ada yang nampak berbeda dari rusa rusa kebanyakan, namun yang membedakan adalah rusa yang bernama latin “Axis kuhlii” ini adalah endemik dan tak dapat ditemukan di tempat lainnya selain di Bawean.


Penangkaran Rusa Dilihat Dari Luar

Danau Kastoba

Selepas dari penangkaran rusa dengan arahan Mas Kaha kami memacu motor menyusuri jalur timur Pulau Bawean. Jalan disepanjang pulau ini begitu menyenangkan karena aspalnya yang mulus, sepi dan pemandangannya yang aduhai. Mulai dari persawahan, perbukitan, hutan, pantai, hingga pemukiman asli penduduk Bawean dapat kita saksikan. Tak akan pernah membuat bosan walaupun perjalanan menuju Danau Kastoba cukup jauh harus memakan waktu 60 menit dengan perjalanan yang lancar, bisa dibayangkan jauhnya seperti apa.

Dan lagi lagi tanpa ada petunjuk arah sama sekali untuk menuju Danau Kastoba. Karena memang nampaknya pemerintah Kabupaten Gresik belum serius untuk membenahi Bawean sebagai tujuan utama wisata. Atau bisa jadi terbentur karena status bawean sendiri yang merupakan “Cagar Alam”. Sesekali harus berhenti setiap di persimpangan jalan untuk bertanya kepada para penduduk kemana arah Danau Kastoba yang benar, apalagi si mas Kaha jauh tertinggal dibelakang karena sedang mencari Kapal untuk menuju Tanjung Ga’ang destinasi kami selanjutnya.


Menembus Hutan 
Tepat diujung jalan yang aspalnya mulai menghilang kami sepakat untuk berhenti terlebih dahulu dan menunggu Mas Kaha datang, daripada nanti kami tersesat lebih jauh. Setelah beberapa menit Mas Kaha pun datang dan langsung mengajak kami menuju Danau Kastoba. Dan benar saja jalur menuju Danau Kastoba ini sama sekali tak terlihat, dan hampir seperti bukan destinasi wisata. Parkir sepeda motor pun asal asalan di sebuah jalur sempit ditengah ladang yang langsung berbatasan dengan jurang yang dalam.

“Dari sini kita harus trekking melewati bukit itu sekitar 20 menit” Ujar Mas Kaha menunjuk sebuah jalur yang membelah bukit rimbun dengan pepohonan.

Walaupun katanya hanya 20 menit perjalanan menuju Danau Kastoba tak bisa dikatakan mudah, apalagi bagi kawan kawan yang jarang berolahraga. Karena jalanan cukup menanjak, keringat pun tak bisa ditahan untuk tak jatuh membasahi kening. Namun pepohonan yang cukup rapat cukup mengobati rasa lelah kita saat itu, angin yang  berhembus pun cukup sejuk.




Berjalan dan berjalan akhirnya dari rerimbunan pohon Danau Kastoba pun menampakkan wujudnya. Airnya yang hijau sangat menyegarkan untuk dipandang. Perbukitan yang mengelilinginya pun sangat rapat dengan pepohonan besar. Di tepian danau terdapat sebuah pondokan kecil yang berada tepat dibawah pohon besar nan rindang. Sebuah perpaduan sederhana namun terkesan membuat pemandangan yang ada semakin menakjubkan. Danau Kastoba nampak masih sangat alami dan asri. Terbukti dengan beragamnya satwa yang mendiaminya. Seperti biawak yang berseliweran di bebatuan pinggir danau, hingga ratusan kepiting yang seakan tak terganggu dengan kedatangan kami kala itu.


Biawak Penghuni Danau Kastoba
Hening, senyap dan sepi beberapa lama duduk termenung di pinggiran danau perasaan jika tempat ini “Wingit” pun mulai menghinggapi. Apalagi ketika aku sempatkan untuk berbincang dengan 2 orang bapak bapak yang nampak sedang mencari kepiting di pinggiran danau.

“Beberapa tahun yang lalu itu ada orang dari Bandung mas, tenggelam di tengah sana” sambil menunjuk sudut kejadian itu dahulu.

“Kata temannya yang selamat, ketika berenang tiba tiba secara tidak sadar mereka ada di tengah danau, pas mau balik ke pinggir seperti berat sekali, akhirnya tenggelam dan meninggal dulu itu mas”

“Kejadian 2 kali mas, tapi waktunya berbeda, dan yang aneh jasadnya gak ditemukan disini mas tapi yang satu di sungai dan satu lagi di laut sana” ujar bapak satu menimpali.




Mendengar cerita itu pikiran ngeri langsung menghinggapi dan secara spontan langsung berteriak ke kawan kawanku yang lagi asik bermain air di pinggiran danau agar tak berenang terlalu ke tengah.

“Awas ojo renang adoh adoh, Bahayaa!!” teriakku kepada mereka

“Ayoo mas ikut renang sin, airnya seger!!” Ajak Mas Kaha dikejauhan.

“Enggak deh mas, lagi capek..!!” sahutku lagi, padahal bukan karena capek, melainkan sudah terlanjur ngeri membayangkan cerita dari bapak bapak tadi. Memang Danau ini indah namun aura mistisnya begitu terasa.

Hampir satu jam lamanya kami menikmati suasana di Danau Kastoba ini dan setelah dirasa cukup aku dan kawan kawan lain segera berkemas untuk kembali menjelajah tempat lain di Pulau Bawean. Namun sebelum beranjak pergi kami sempatkan untuk memotret foto dengan latar belakang danau yang terakhir kalinya.



Setelah jepretan foto satu persatu kawan kawan mulai melangkah meninggalkan tepian danau. Aku menjadi yang terakhir meninggalkan danau karena masih sibuk merapikan perlengkapan fotografi yang aku bawa. Dan tiba tiba angin berhembus pelan dan bulu kuduk tiba tiba berdiri. Perasaan sudah tak karuan, aku pun berlari mengejar kawan kawan.

Dalam perjalanan turun menuju tempat parkir kendaraan aku bergumam dalam hati jika penangkaran rusa dan danau kastoba ini menjadi sebuah pembuka cerita yang mengasikkan tentang Pulau Bawean. Ekspektasi awalku ketika pertama menjejakkan kaki di Pulau ini seakan satu persatu dijawab dan memberiku pelajaran lebih tentang Bawean. Dan begitu pula dengan destinasi selanjutnya, yang kali ini bisa aku tebak akan banyak cerita seru nantinya.

(Bersambung)

You Might Also Like

1 komentar

Followers

Contact Form