Travelling

Sehari Keliling Kota Manila, Filipina

6/08/2017setapakkecil


Tak pernah terbayangkan sebelumnya bisa menginjak tanah di luar tanah air tercinta. Karena memang dari dahulu tak ada hasrat dan keinginan untuk itu. Mimpiku adalah bisa melangkah mengelilingi Indonesia. Sampai suatu kesempatan datang kepadaku yang tak mungkin aku sia siakan dan mungkin juga membuat persepsiku selama ini harus aku revisi seperti tulisan pada cerita kali ini.

Ya.. Filipina adalah keberuntunganku yang pertama, Negara pertama diluar Indonesia yang aku injak (Diluar Malaysia yang hanya sekedar transit di bandara saja). Perasaan senang campur aduk aku rasakan ketika tepat pukul 21.30 malam aku tiba di Bandara Internasional Nino Aquino Kota Manilla. Melihat sekilas orang orang di Bandara memang tak jauh beda dengan kebanyakan orang Indonesia namun ketika mendengar mereka berbicara dengan Bahasa asing aku baru benar benar yakin jika saat ini aku sedang berada di luar negeri.

Aku datang ke Filipina tak sendiri setidaknya ada 5 kawan seperjalanan yang akan menemaniku selama 6 hari kedepan. Mereka datang dari berbagai penjuru kota seperti Fian (Bengkulu), Zudi (Bekasi), Rudi (Medan) dan Saul, Okky (Jakarta). Tak hanya aku yang saat itu menyimpan perasaan senang bukan kepalang, namun nampaknya ke lima dari kawanku ini juga mempunyai perasaan yang serupa. Kami ada di luar negeri, haha.


***

Disebuah persimpangan jalan mataku tak henti hentinya memperhatikan kendaraan yang berlalu Lalang, sekilas nampak sama dengan di Jakarta ataupun di Surabaya. Di beberapa titik kemacetan padat terjadi, motor motor nampak saling berebut untuk melaju diantara sela sela badan mobil yang berhenti, ditambah dengan cuaca panas yang menyengat. Sungguh komplit sambutan Manilla siang itu. Namun ujung mataku nampak lekat memperhatikan sebuah kendaraan umum berbentuk khas yang tak aku temui di Indonesia.

Bentuknya panjang, bukan sekedar panjang seperti mobil pada umumnya. Terdapat moncong di depan yang semakin menguatkan kesan klasik terhadapnya. Bentuk badan mobil pun nampak klasik dengan pintu penumpang yang hanya ada di belakang mobil.



“What is the name of this vehicle sir?” tanyaku spontan ke bapak bapak paruh baya yang berdiri tepat di sampingku, yang nampaknya juga menunggu kendaraan umum ini untuk berhenti.

“This name is jeepney” sang bapak menjawab singkat seraya segera meloncat masuk kedalam kendaraan itu.

Hmmm, jeepney ya namanya. Tapi bagaimana bisa kendaraan setua itu masih banyak bersliweran di Ibukota Filipinan ini? Dari mana asal kendaraan itu? Ahh banyak sekali pertanyaan begitu melihat bentuk khas dari Jeepney itu. Saat kepala masih di penuhi oleh pertanyaan pertanyaan itu tiba tiba saul berteriak dan mengajak kami semua untuk masuk ke sebuah komplek taman besar nan megah.

“Rizal Park”

Mendengar nama Rizal nampaknya sudah tak sing lagi, ya Karena banyak sekali nama rizal di Indonesia. Namun Rizal disini bukan sembarangan, karena merupakan tokoh pahlawan terbesar bangsa Filipina. Seorang pria dengan kekuatan intelektual yang luar biasa, dengan bakat seni yang luar biasa juga. Dia unggul untuk bidang pemikiran yang luas seperti kedokteran, puisi, sketsa, arsitektur, sosiologi dan lain-lain. Begitu melihat penampakan taman yang sebegitu luas (Seperti monas jika di Jakarta), aku pun sudah terbayang betapa besar jasa dan pengaruh dari Jose Rizal bagi negara Filipina.

Rizal park ini terdiri dari 2 bagian yang terpisah oleh jalan raya. Kami berenam memilih untuk melihat taman sisi kanan terlebih dahulu. Siang itu taman nampak ramai oleh warga Manilla yang menghabiskan waktu, karena memang hari itu bertepatan dengan hari paskah yang merupakan libur nasional bagi bangsa Filipina. Siang nampak begitu terik namun tetap tak menyurutkan langkah kami untuk berkeliling melihat isi taman.


Langkahku terhenti ketika Rudi sedang berdiri diantara 2 pohon flamboyan yang mengering, dia mengambil foto sebuah patung yang berdiri tepat di hadapannya. Mendapat momen tepat aku pun mengeluarkan kamera untuk mengabadikannya. “Lapu – Lapu” nama patung itu, dari papan informasi yang aku baca, monument patung ini adalah simbol perlawanan tokoh filipina yang memerangi penjajahan Spanyol pada masa lampau. Di seberang kanan dan kiri monumen lapu lapu terdapat museum nasional yang tak aku ketahui di dalamnya menyimpan benda dan cerita apa karena pada hari libur museum juga sedang tutup.



Setelah merasa cukup kami segera melangkah ke taman disisi sebelah kiri dari arah pintu masuk tadi. Sangat luas, lebar dan membentuk memanjang. Di tengah tengah taman terdapat kolam air mancur yang juga sangat lebar. Di sisi kanan kiri taman terdapat berbagai tempat aktifitas public seperti food court, arena bermain, perpustakaan dan lain lain. Namun yang paling menarik di taman ini adalah terdapatnya makam dari Jose Rizal itu sendiri. Terletak paling ujung bagian taman dan nampak steril dari pengunjung karenan memang areal makam ini tak diperbolehkan sembarang  orang untuk masuk. Disisi kanan kiri nampak jejeran tiang bendera Filipina melambai lambai tertiup angin. Kita sebagai pengunjung hanya bisa memotret dari kejauhan saja.


Menariknya makam dari Jose Rizal ini selalu dijaga oleh beberapa tentara nasional Filipina. Siang hari terik seperti ini pun tentara nampak selalu tegap dan prima mengamankan makam Jose Rizal. Dengan senjata api yang siap menghunus mereka berjaga mengelilingi komplek makam. Tak peduli panas ataupun hujan. Sungguh luar biasa penghormatan bangsa Filipina untuk sang pahlawannya, salut.

“Intramuros”

Di tengah modernitas kota Manilla ternyata tepat di jantung kotanya masih berdiri kawasan kota tua peninggalan bangsa Spanyol dahulu kala. Tak jauh melangkah dari kawasan Rizal Park, hanya 10 menit berjalan kaki kami berenam tiba di sebuah kawasan bernama Intramuros. Jika diterjemahkan secara harfiah Intramuros ini berarti kota yang dikelilingi oleh benteng.

Sebuah benteng besar bertuliskan “Intramuros” menyambut langkah kami. Warnanya kecoklatan gelap yang menandakan batu batu yang tersusun membentuk benteng ini sudah berumur ratusan tahun yang lalu, melindungi kota yang berada di dalamnya. Begitu kaki kembali melangkah melewati gerbang benteng nampak bangunan langsung berubah drastis. Dari yang semula bangunan modern berubah menjadi bangunan sangat tua dan bergaya khas. Walaupun tua kawasan ini nampaknya masih aktif, dengan tersebarnya beberapa kantor pemerintahan dan bank.


Orang berlalu Lalang, para penjual makanan saling menyapa menjajakan makanannya, para pengemudi “Tricycle” atau becak nampak menawarkan jasa untuk berkeliling intramuros. Ya..semua berpadu menjadi satu, karena Intramuros memang kawasan wisata nomor satu di Kota Manilla.

 “Manila Chatedral”

“Coba berdiri disana mas…”

“Stopp..stopp.. mundur dikit”

Sedikit keriuhan ketika mengambil gambar sebuah gereja tua yang ada di seberang. Bukan karena banyak gaya namun karena memang kawasan Intramuros ini sangat ramai, penuh dengan orang lalu Lalang, kita harus pandai mengatur angle yang tepat mencari tempat yang sedikit sepi. Apalagi saat ini sedang paskah, hari raya bagi umat nasrani, pastilah mereka memadati gereja yang ada di Intramuros.

Melihat bangunan gereja bergaya khas seperti dibelakang ini memang sayang jika dilewatkan. Walaupun kami tak bisa masuk karena antriannya yang panjang mengular, cukuplah kami bawa Kenang kenangan foto untuk dibawa pulang, dan sedikit cerita untuk kalian semua.



“San Agustin Church”

Satu lagi gereja paling terkenal di Intramuros dan dinobatkan sebagai situs warisan UNESCO. Gereja ini dibangun pada tahun 1571 dan hingga kini masih terus digunakan untuk beribadah. Gereja San Agustin ini juga menjadi tonggak sejarah Filipina. Gereja ini pertama kali dibangun pada 1571 yang artinya kini usia gereja itu sudah memasuki usia 446 tahun. . Namun sekali lagi sayang, kami tak bisa masuk ke dalam karena sedang ada prosesi sembahyang yang dilakukan.

Tapi tak apalah, kami cukup memandang gereja bersejarah ini dari luar sembari mengisi perut kosong dengan jajanan yang ditawarkan banyak penjual kaki lima di sepanjang lorong jalanan Intramuros. Mulai dari makanan berat, camilan, hingga minuman segar semua gampang kita dapati disini, namun kita tetap harus waspada akan makanan tidak halal, harus pandai memilih dan jangan malu untuk bertanya apa bahan dasar makanan tersebut.

Riuhnya Jalanan Di Sekitar Gereja San Agustin
Setelah dirasa cukup puas kami akhirnya meninggalkan kawasan Intramuros yang bersejarah. Perjalanan singkat namun sangat berkesan bagiku, karena dapat melihat langsung secara dekat berbagai macam bangunan peninggalan Spanyol yang menjadi tonggak paling bersejarah bagi bangsa Filipina.

Perjalanan singkat ini pun memberiku sedikit arti serta warna dalam langkah langkahku sebelumnya, hingga aku dapat membuka mata melihat jika memang dunia ini sangat luas, lebih luas dari Negeri yang amat aku cintai. Masih banyak hal yang belum aku tau, belum aku lihat sebelumnya. 

Dan memang kali ini sangat beruntung bisa datang ke Filipina, bahkan 4 hari ke depan akan ada beberapa negara lagi yang bisa aku kunjungi. Perasaan campur aduk tapi yang pasti bahagia membayangkan apa yang aku lihat beberapa hari kedepan. 






You Might Also Like

5 komentar

  1. Kalau sudah sekali jalan jalan ke Luar Negeri, ketagihan nanti Mas Dikta.
    Jaman dulu tahun 80an katanya Manila ini kota termegah se Asia Tenggara, sekarang Manila kayaknya sudah disalip oleh kota-kota di Asia Tenggara lainnya. Tapi kemegahannya masih kelihatan..ya.
    Jadi pengen ke Manila..belum pernah

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih kelihatan kemegahannya tapi memang sudah disalip sama negara tetangga yang lain. Tapi memang setelah dari Filipina ini seakan ingin berkeliling ke negara lain lagi..hehe

      Delete
  2. Menarik critanya mas. Saya desember besok mau ke Manila tapi cuma transit seharian. Rencana mau ke rizal park dan intramuroz. Kalo jeepney dari bandara menuju tempat itu ada kan ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari bandara ga ada mbak, harus keluar area bandara dulu

      Delete

Followers

Contact Form