Travelling

Kapas Biru, Harmoni Alam Lereng Selatan Semeru

3/22/2017setapakkecil



“Satu… dua… tiga… empat… ehh disana masih ada lagi ding jadi lima”
Jari jari tangan menunjuk nunjuk dan bola mata mencari apakah masih ada yang terlewat dari pandangan apa tidak. Begitulah keseruan saat aku, Fita, Yasmin dan Gallus tiba di sebuah tebing yang langsung berhadapan dengan ngarai besar, super panjang dan menyimpan banyak air terjun di sisi tebing tebingnya.

Sekilas pandang mirip dengan Grand Canyon namun dengan versi yang lebih hijau nan subur. Dan dapat aku pastikan jika air terjun yang aku tunjuk kebanyakan pasti masih sangat alami dan perawan, sekilas jalur untuk menuju kesana terkesan sulit karena terletak diantara tebing nan tinggi menjulang dan disisinya mengalir sungai deras membawa air yang terbawa dari Gunung Semeru.

Namun dari sini kami masih menebak nebak mana gerangan Air Terjun yang bernama Kapas Biru. Apakah yang terletak paling jauh diujung sana? Apa yang disebelah sini?. Daripada terus menebak nebak lebih baik kami segera melangkah karena jalur pun sudah siap menyambut kami.

Dasar Ngarai Dengan Sungai Glidik Di Bawahnya
Jalur langsung menurun meliuk liuk dengan deretan anak tangga yang sudah disediakan oleh pengelola. Kaki dan tangan berayun seirama dengan bola mata yang tak henti hentinya memandan keelokan ngarai yang ada disebelah kanan, hingga langkah kaki terhenti pada sebuah tangga vertical dengan kemiringan hampir 90 derajat. Dengan memantapkan niat kami berempat satu persatu menuruni anak tangga dengan perlahan dan pasti. Jalur trekking yang terus menunurun menyiratkan betapa berat perjalanan pulan nanti.

Ketika jalur menurun sudah menemui ujungnya kamipun sudah sejajar dengan bibir sungai bernama Glidik yang aku lihat dari atas sebelumnya. Memang begitu deras aliran airnya, membawa berkubik kubik air bercampur pasir yang menjadi berkah paling dinanti bagi para penambang pasir yang beroperasi di sisi selatan lereng Gunung Semeru.

Jalur mulai melandai dengan sesekali melintas beberapa air terjun kecil yang jatuh langsung dari tebing vertical di sisi kiri kami berjalan. Sejenak aku hentikan langkah menikmati kesegaran airnya dibawah sinar matahari yang menyengat sembari memperhatikan tebing tebing yang menjulang, disini pun aku dibuat bertanya tanya “Bagaimana tempat ini bisa tercipta?” Apa karena aktivitas vulkanis Semeru yang mengukir ngarai dengan banyak air terjun seperti ini?



“Yang mana air terjunnya mas?” tanya Gallus

“Pasti yang itu lhooo, yang paling jauh diseberang sana?” Ujar Yasmin menambahkan.

“Udahlah, jalani saja…nanti juga tau sendiri yang mana air terjunnya” Ujarku sambil terkekeh melihat kelakuan dua saudaraku yang nampak sudah kelelahan.

Setelah hampir 40 menit berjalan jalur memasuki sebuah dataran luas dengan kiri kanan terdapat beberapa petak sawah yang nampaknya tak terurus. Jalur meliuk kekiri menjauh dari air terjun yang ditunjuk oleh Gallus dan Yasmin sebelumnya. Jembatan bambu tua seakan menjadi gerbang selamat datang seiring dengan bunyi gemuruh yang semakin terdengar kencang.



Sang Kapas Biru pun kini menampakkan wujudnya. Suasana teduh dan udara sejuk seakan menyambut kami dengan ucapan selamat datang. Sinar matahari masuk diantara beragam tumbuhan yang menjadi kanopi alami. Air yang nampak dengan jatuh dengan bebasnya menciptakan bulir bulir air selembut kapas yang terbang tertiup angin lembut.

Tak terasa kaki semakin ringan untuk melangkah bahkan berlari melupakan semua rasa pegal. Keringat yang keluar perlahan menguap ketika udara segar membelai tubuh kami. Sejenak aku rebahkan tubuh di sebuah batang bamboo yang direntangkan menjadi sebuah kursi. Aku hirup dalam dalam kedamaian yang ditawarkan oleh Kapas Biru. “Sempurna”… itulah yang aku rasakan.



Kini aku bangkit dan segera mengajak yang lain untuk lebih mendekat ke area Air Terjun untuk mencari beberapa foto. Tripod aku pasang dengan kamera yang sudah menancap di ujungnya. Bergantian aku mengarahkan Fita, Yasmin dan Gallus untuk aku ambil gambar dengan background sang Kapas Biru. Tak ketinggalan pula aku pun turut serta untuk ambil bagian di dalam bingkai foto, karena memang sayang jika berada di tempat seindah ini kita tak mengabadikannya.

Dalam layar kamera aku coba mengamati beberap hasil foto yang didapat. Aku coba cermati di beberapa bagian foto terdapat warna biru dalam aliran airnya dan dalam sekejab pun aku bisa ambil kesimpulan jika nama Kapas Biru berasal dari percikan air yang deras hingga menimbulkan buih buih air dengan warna kebiruan.



Kapas Biru mempunyai keunikan dari tempat jatuhnya air di antara tebingnya. Berbentuk kerucut kecil yang sekilas air bak keluar di tengah bagian tebing. Mengalirkan air yang begitu derasnya dan membuat serpihan air selembut kapas. Dengan seiring berjalannya waktu nama Kapas Biru semakin tenar diantara telinga para penggiat alam bebas, apalagi dengan semakin banyaknya foto Kapas Biru di setiap lini masa menjadikan Kapas Biru bak surga tersembunyi yang baru ditemukan.



Gelombang pengunjung pun semakin berdatangan. Tentu sesuai dengan harapan warga sekitar, dengan ramainya pengunjung semakin besar pula rezeki yang datang untuk warga yang tinggal di sekitar Kapas Biru. Namun sejalan dengan gelombang wisatawan yang semakin besar dalam lubuk hati yang paling dalam aku berharap agar kita semua (Saya, kalian, dan warga sekitar) mempunyai kesadaran untuk selalu menjaga keasrian dan kebersihan Kapas Biru yang sangat indah ini.

You Might Also Like

0 komentar

Followers

Contact Form