Mountaineering

Gunung Slamet - Atap Jawa Tengah [Cerita Pendakian 1]

4/27/2016setapakkecil


Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan menunjukkan pukul 16:30 namun keadaan saat itu sudah sangat gelap akibat mendung tebal yang mencurahkan airnya dengan serta merta. Baru 3 jam kami berjalan tepat dari pos pendakian Gunung Slamet di bawah sana, namun keadaan saat ini semakin sulit. Dengan begitu derasnya air hujan yang turun semakin membuat langkah kami semakin berat.




Seharusnya pos 2 sudah tak begitu jauh menurut perkiraan, tapi entahlah karena suasana yang semakin sulit ini membuat perjalanan kali ini begitu berat dan jauh. Langkah kaki semakin tertatih diantara air yang mengalir dari jalur yang aku lalui. Berulang kali aku istirahat sambil berdiri dan bersandar di pohon, karena memang keadaan hujan seperti ini tak memungkinkan untuk duduk.

Beberapa kali aku coba menengok ke belakang mencari keberadaan Mas Dino dan memastikan dia baik baik saja karena dalam pendakian kali ini Mas Dino dalam keadaan kurang fit. Melihat jauh ke atas sudah tak Nampak lagi batang hidung dari Sandy, Adam, dan Vero. Mungkin mereka sudah sampai di pos 2 untuk sekedar berteduh, pikirku.

Bersama Mas Dino aku kembali berjalan tertatih sambil menahan rasa dingin akibat hujan. Mantel tebal pun rasanya tak cukup untuk sedikit mengusir hawa dingin di tengah hujan deras ini. Yang ada dalam pikiranku adalah Pos 2 dan berharap disana ada tempat untuk sekedar berteduh dan mengeringkan badan yang basah kuyup ini.

Pelan Pelan Saja
Tak beberapa lama akhirnya aku sampai di pos 2. Tak aku temui bangunan permanen di pos 2 ini, yang ada hanyalah sebuah gubuk kayu memanjang dengan atap plastic yang dipasang sedemikian rupa menggunakan beberapa potongan kayu. Sempit namun cukup membantu para pendaki yang kebasahan waktu itu. Selidik punya selidik ternyata tempat ini adalah warung dari penduduk setempat.

Saking ramainya pendaki sampai tak terlihat makanan yang mereka jajakan. “Mas Adittt, sebelah sini saja” terdengar suara panggilan dari vero. Dan benar ternyata dia sudah bergabung dengan pendaki lain berteduh di warung kecil ini. Aku segera merapat dan melepas jas hujan yang tampak merembes ini, selang tak seberapa lama mas dino pun datang.

***

Hari ini bertepatan dengan hari paskah yang berarti libur nasional. Kami berlima telah merencanakan pendakian Gunung Slamet ini semenjak sebulan sebelumnya.  3 hari berurutan libur nasional menjadikan kami sangat bersemangat menempuh perjalanan jauh ke Purwokerto dari tempat kami masing masing. Aku dari Surabaya, Mas Dino Vero dari Jakarta, sedangkan si Sandy dan Adam berangkat dari Malang.

Berawal dari kunjungan Mas Dino kerumahku di Surabaya tercetus ide pendakian gunung slamet ini.

“Mas dino, bulan depan ada libur nasional tuh.. Yukk Naik gunung yukk mas, udah lama ga naik gunung”.

“Ayokk bro, tapi sekitar Jawa Tengah aja ya, karena tiket ke Jawa Timur pasti udah mahal banget tuh” sahut mas dino.

“Gimana kalo Gunung Slamet aja mas, pas di tengah tengah tuh” lanjutku.

Dan akhirnya Gunung Slamet pun menjadi pilihan realistis. Sebar racun sana sini akhirnya terjaring juga peserta tambahan yaitu Adam, Sandy, dan Vero.

***

Pendakian kali ini sebenarnya kami menargetkan sampai di Puncak Slamet pada hari kedua pendakian. Namun akibat kendala cuaca yang lumayan ekstrim ini mau tak mau kita harus menyusun rencana lainnya.

Dan dilain sisi para pendaki yang silih berganti beristirahat ataupun melewati pos 2 ini tampak sangat banyak sekali. tampak berbagai grup dan berbagai domisili dan ini pun menjadi kendala pendakian kali ini.

Para pendaki sebanyak ini di Gunung dengan lahan datar yang tak begitu banyak akan membuat masalah sekali lagi. Dimana kita membuka tenda nantinya? Apa kita bisa menemukan lahan kosong? Itu beberapa pertanyaan yang ada di kepala kita masing masing. Dan argumen tentang bagaimana rencana pendakian ini pun saling diutarakan.

Opsi pertama adalah kita akan melanjutkan perjalanan selepas hujan reda. Namun mas dino berkata bagaimana nanti jika kita diatas tidak dapat lahan kosong? Bagaimana nasib kita nanti? Tidur sambil berdiri?

Kabut Dimana Mana
Kemudian yang kedua adalah membuka tenda di pos 2 ini, dan melanjutkan perjalanan dini hari dengan cara tek tok dan meninggalkan semua perlengkapan camping di pos 2 dan menuju puncak dengan target sampe jam berapapun oke. Ini opsi yang aku utarakan karena waktu yang kami miliki terbatas karena pada hari ketiga aku harus mengejar bus malam menuju kota Surabaya.

“Tek Tok” mendengar bahasa kekinian para pendaki gunung ini Vero serta merta langsung menolak opsi ini. Karena hanya dengan membayangkan “Tek Tok” keringat sudah mengucur deras, bagaimana rasanya jalan pulang pergi tanpa istirahat di gunung setinggi ini.

Jalur Yang Membentuk Lorong
Waktu semakin berlalu dan sekumpulan pendaki yang semakin memadati sekitaran warung membuat kami semua harus segera menentukan tujuan. Dan akhirnya tanpa di komando Adam dan Sandi langsung membuka tenda yang terdapat dalam tas. Membentangkannya tepat di area dalam warung, dan seakan kami memberi tanda jika ini lahan kami dan kalian harus segera menyingkir.

Dan akhirnya membuka tenda malam itu adalah keputusan paling tepat karena di malam hari semakin banyak saja pendaki yang menuju ke atas dan tiba tiba hujan pun kembali turun dengan derasnya.

 ***

Sinar pagi pun menyingsing, tak begitu terik karenan memang tertutup oleh dedaunan lebat dari pepohonan di sekitar Pos 2 ini. Pagi hari kami lalui dengan aktifitas masak memasak untuk mengisi perut sebelum melanjutkan perjalanan kembali. Perjalanan hari aku rasa cukup menguras tenaga karena target kita kali ini adalah Pos 7.

Tepat jam 09:30 kami semua telah bersiap kembali melakukan perjalanan, namun tiba tiba terdengar panggilan dari Bapak pemilik warung yang baru saja membuka dagangannya.

“Arep lanjut meneh mas” (Mau lanjut lagi mas?) Tanya sang Bapak kepadaku.

“Inggih pak, bade mlampah trus mangke datheng inggil kulo ngecamp maleh pak” (Iya pak, mau jalan lagi kemudian nanti diatas akan ngecamp lagi) begitulah timpalku saat itu.

“Iyo le ati ati, tapi ojo sampe buka tendo ning pos 4. Angker ning kono le” (Iya nak hati hati, tapi jangan sampai buka tenda di pos 4, disana angker) pesan sang Bapak kembali.

“Inggih pak, matur suwun” (Iya pak, terima kasih) sahutku menutup pembicaraan dan segera mengumpulkan kawan kawan yang lain untuk berdoa sebelum melakukan pendakian lebih lanjut.


Menuju Samyang Jampang

Tak ada bonus selama pendakian, itulah fakta yang harus kami dan kalian terima jika mendaki Gunung Slamet ini. Dan benar selepas pos 2 pun kami langsung dihadapkan dengan tanjakan dan tanjakan.

Jalur masih tetap dalam lingkup hutan yang lebat. Jadi pendakian di Gunung Slamet ini sedikit terlindungi dari sinar matahari yang menyengat. 40 menit berjalan akhirnya aku menemui kembali sebuah tanah datar yang terdapat beberapa warung, ya inilah pos 3.

Tak ada yang menarik selama berjalan di tengah hutan seperti ini, pemandangan lepas pun tak pernah kami temui. Suara kicauan burung saja yang selalu menjadi penyemangat untuk selalu melangkahkan kaki tanpa henti.



“Pos 4 – Samarantu”

Itulah yang aku baca dari plang kecil yang menancap di sebuah pohon rindang berlumut dan mungkin berusia puluhan tahun.  Aku dan vero terduduk diam di pos 4 ini sembari melepas lelah terlebih dahulu. Keringat bercucuran membasahi kaos tipis yang aku kenakan, aku tergeletak diatas keril yang aku posisikan sedemikian rupa agar enak untuk dijadikan bantal rebahan.

Memandang ke atas mengamati pohon pohon yang membentuk kanopi di pos 4 ini, sejuk dan damai namun semakin lama aku memandang semakin dalam pula aku mengingat perkataan bapak penjaga warung tadi.

Suasana Siang Di Samarantu
Seketika juga aku mengajak vero untuk bersiap kembali untuk melanjutkan perjalanan, dan usut punya usut nama Samarantu ini berasal dari kata “Samar” dan “Hantu”.

Berjalan sekitar 30 menit kami tiba di Pos 5. Keadaan sangat ramai menyambut kami kala itu, di sepanjang lahan yang ada di pos 5 ini penuh dengan tenda dan tampak dimana mana para pendaki saling melakukan kegiatan masing masing.

Sepanjang jalur pendakian Gunung Slamet ini bisa dikatakan pos 5 ini adalah tempat yang paling ideal untuk bermalam sebelum menggapai puncak tertinggi Slamet. Disini juga terdapat sebuah aliran air yang dapat ditempuh dengan berjalan kaki sejauh 100 meter saja.

Ramainya Pos 5
Jam masih menunjukkan pukul 13.00 rasanya terlalu cepat untuk mengakhiri perjalanan hari ini, dan juga keadaan pos 5 yang sedang sangat ramai pasti akan sulit menemukan lahan kosong. Okelah kita lanjut saja sampai Pos 7 atau 8 dengan asumsi perjalanan ke puncak nanti sudah tak sebegitu jauh.

Vegetasi pun mulai berubah dengan banyaknya pohon lamtoro yang menghiasi. Sinar matahari pun sudah dengan bebasnya menyerang kulit, karena memang selepas pos 5 keadaan jalur sudah cukup terbuka. Dan dapat dipastikan jika badai menerjang sepanjang jalur ini bisa dikatakan rawan.

Dengan sisa sisa tenaga kami berjalan dan tak hentinya juga kami selalu merebahkan badan untuk istirahat. “Alon – alon asal kelakon” itu merupakan prinsipku setiap kali mendaki gunung. Tak apa apa berjalan lambat toh juga Puncak Slamet juga tak akan lari.
 
Menikmati Sore

Dan benar saja setelah 1 jam lebih berjalan kami menemui lahan datar dengan pemandangan terbuka. Nampak si Adam dan Sandy yang sedari tadi berjalan di depan ternyata sedang mempersiapkan pemasangan tenda.

Perjalanan kami hari ini pun kami tutup dengan bersantai di Pos 7 yang bernama Samyang Jampang. Sambil menyantap kopi dan teh panas kami menikmati suasana sore dimana matahari akan kembali ke peraduannya. Sore yang sempurna menikmati sajian alam bersama kawan kawan.

Pemandangan Terbuka di Pos 5
Keluar dari tenda pemandangan menakjubkan langsung dapat kita nikmati. Dari pos yang menghadapat ke timur ini dari kejauhan tampak sindoro sumbing berdiri dengan gagahnya bak saudara kembar saja. dan disisinya nampak juga dataran tinggi dieng dengan sejuta pesona di dalamnya. Sungguh sore yang sempurna....

Bersambung




You Might Also Like

2 komentar

  1. Nyahahhaahah enak banget, duh videonya bagus sih bete.

    ReplyDelete

Followers

Contact Form