Travelling

Majapahit - Traces Of Greatness (Part 1)

7/04/2013setapakkecil



Majapahit adalah sebuah kerajaan yang berpusat di Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan Hayam Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang di Jawa, Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, hingga Indonesia timur.


Pada cerita kali ini saya akan menceritakan sedikit tentang perjalanan mengenang masa masa kejayaan Majapahit menguasai nusantara dengan menulusuri peninggalannya yang banyak tersebar di daerah Trowulan, Kota Mojokerto, Jawa Timur. Disini saya tidak akan membahas secara detail mengenai sejarah berdiri maupun runtuhnya Kerajaan Majapahit melainkan saya mencoba memberikan referensi berwisata sambil lebih mengenal sejarah besar Majapahit.

Peta Sebaran Situs Trowulan

Perjalanan pertama kita akan menuju Kota kecil Trowulan, kota yang hanya berjarak 15 menit perjalanan dari kampong kelahiran saya Mojoagung. Trowulan adalah satu-satunya situs kota di Indonesia yang luasnya mencapai 11 x 9 km 99 km² dan menyimpan ratusan ribu peninggalan arkeologis, baik yang sudah ditemukan maupun yang masih terkubur. Berwisata ke tempat ini bukan sekedar liburan, namun Anda juga bisa menapaki sejarah besar dari sebuah kerajaan yang menjadi inspirasi Bangsa Indonesia tentang "Persatuan Nusantara". Selain itu Anda akan mengetahui bagaimana tingkat peradaban di Trowulan di masa Majapahit, mulai dari sistem pemerintahan, perdagangan, hubungan luar negeri, teknologi, arsitektur, pertanian, hingga seni kerajinan.


Sesuai jalur perjalanan kali ini kita akan mengunjungi :

1.    Maha Vihara Majapahit

Terletak di Desa Bejijong, Kec. Trowulan di ujung barat Kota Mojokerto yang berbatasan dengan Kec. Mojoagung, Kab. Jombang, Maha Vihara Majapahit yang berdiri di atas lahan sekitar 2 hektare ini, berada di kawasan yang sejuk dan rindang karena dikelilingi bermacam pohon besar macam jati dan sonokeling. Begitu juga tanaman buah tumbuh cukup subur seperti kelengkeng, nangka, mangga dan rambutan. Sayangnya saat ini sedang tidak berbuah. Suasana sejuk itu masih didukung oleh taman-taman yang terawat dengan berbagai jenis tanaman bunga macam mawar, melati, puring dan bahkan teratai dan lainnya.

Gerbang Masuk

MahaVihara Majapahit ini selain biasa dipakai tempat meditasi juga untuk wisata religi. Di lokasi ini sekarang juga sering dipakai kegiatan para ormas, akademisi dan non agama Budha, baik untuk rapat dan istirahat. Lokasi ini terbuka bagi masyarakat tanpa melihat status ekonomi, agama dan ras. Pengunjungnya berasal dari dalam dan luar provinsi Jatim. Di lokasi ini pengunjung dilarang membuat heboh. Suasana hening tetap berlaku di kawasan ini. Pasalnya, biksu dan biksuni di Maha Vihara Majapahit sangat menghargai ketenangan. Di dalam vihara ini terdapat Patung Budha Tidur Raksasa. 

Budha Tidur


Arca Pentung


Tempat Sembahyang


Arca 


Sudut Lain 


2.    Sitinggil

Beranjak dari Vihara kami melanjutkan perjalanan ke Sitinggil, hanya perlu memutar 10 menit dari Maha Vihara maka kita akan segera sampai. Sitinggil sendiri berasal dari kata Siti = Tanah, Inggil = Tinggi, jika disatukan menjadi tanah tinggi. Di tempat ini sekarang menjadi salah satu objek wisata sebagai andalan kab. Mojokerto. Untuk menjangkau tempat ini tidak begitu susah, karena letaknya relatif dekat dengan jalan raya Mojokerto-Jombang. Bisa ditempuh dengan bis umum, kemudian dilanjutkan naik becak, atau jalan kaki pun bisa.



Makam Raden Wijaya


Pemugaran Sitinggil

Sitinggil lebih dikenal sebagai sebuah makam, namun warga sekitar meyakini bahwa yang dimakamkan bukanlah jasad dari Raden Wijaya, Raja pertama dari Majapahit, melainkan hanya abu dari jenasahnya yang dibakar. Ada juga yang meyakini bahwa Sitinggil hanya merupakan petilasan saja, sisa - sisa peninggalan kerajaan Majapahit. Pendapat tersebut masuk akal karena pada pemerintahan raja pertama Majapahit, kerajaan ini adalah penganut agama Buddha, sehingga jika penduduknya meninggal maka akan diperabukan.

Sisi Lain


Sudut Lain Sitinggil


Nuansa teduh dan adem terasa saat begitu kita memasuki komplek Sitinggil. Pohon pohon besar menghalangi sinar matahari yang terik siang itu, membuat kita betah berlama lama di komplek ini.  Ada satu bagian yang menarik untuk tidak dilewatkan jika berkunjung ke tempat ini. Sebuah sumber air (lebih tepatnya sumur kecil) yang selalu mengeluarkan air jernih yang bisa langsung kita minum. Banyak pengunjung yang menyempatkan diri untuk minum dari sumber ini. Mereka percaya air minum ini bisa membawa khasiat, paling tidak untuk kesehatan.

Sumber Air

Percaya atau tidak, ketika saya amati lebih cermat, ternyata sumber air ini hanya berupa cekungan yang dalamnya hanya sekitar kurang dari 1 meter saja. Dinding dalamnya terbuat dari batu dan tidak terlihat adanya sumber air (bayangkan saja sebuah bak terbuat dari batu), namun air terus saja terisi secara perlahan. 



3.    Candi Brahu

Setelah mengunjungi Sitinggil perjalanan berlanjut ke Candi Brahu, posisi ini juga tidak terlalu jauh hanya perlu waktu 15  menit berkendara maka kita akan menemui candi megah di tengah tengah areal persawahan. Hamparan tumbuhan padi muda berwarna hijau menjadi penyejuk mata kala itu. Masuk ke kawasan kita diwajibkan membeli tiket sebesar 5 ribu. Memasuki areal candi, kesan pertama adalah bersih dan taman taman yang tertata dengan indah dan di tengah areal menjulang tinggi candi Brahu seakan gagah dan mengingatkan kita akan kebesaran Majapahit masa lalu.




Candi Brahu

Kemegahan Majapahit seolah tak ada habisnya untuk ditelusuri. Berbagai candi dan benda-benda pusaka hingga saat ini masih sering ditemukan dan terus diteliti untuk dimaknai asal-usulnya. Mereka tersebar di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto yang dahulu menjadi Ibukota Majapahit. Salah satu candi peninggalan kerajaan yang didirikan oleh Raden Wijaya itu adalah Candi Brahu.



Seperti langgam candi-candi lainnya di Jawa Timur, khususnya Trowulan, Candi Brahu terbuat dari bata merah (direkatkan dengan teknik gosok) yang tampak menyala begitu terkena sinar matahari langsung. Meski telah berlumut di banyak sisi serta bagian yang tak utuh, namuan kekaguman terhadap tegaknya Candi Brahu yang menjulang ke arah barat langsung terasa ketika kami berdiri di bawahnya.

Di Depan Kegagahan Candi


Sudut Lain


Tak ada motif ataupun relief hiasan pada badan candi. Bagian atap berbentuk lingkaran dan tak lagi utuh. Menurut dugaan, bagian yang hilang tersebut merupakan stupa. Artinya, candi memiliki corak Buddha. Pada lempeng Prasasti Alasantan yang dikeluarkan oleh Raja Mpu Sendok tahun 861 Ç atau 939 (abad ke-10 M) yang ditemukan tak jauh dari lokasi candi berada, menyebutkan adanya sebuah bangunan suci bernama Waharu atau Warahu yang kemudian mengalami perubahan pengucapan menjadi “Brahu.” Penemuan prasasti tersebut membuktikan bahwa usia Candi Brahu menjadi yang tertua di antara candi-candi lainnya di Trowulan. Candi tak hanya berfungsi sebagai tempat pemujaan atau penyimpanan benda-benda pusaka, tetapi pula menjadi tempat bagi pembakaran mayat ataupun penyimpanan abu jenazah. Candi Brahu diduga kuat merupakan salah satu candi dengan fungsi sakral tersebut.  

Latar Candi Brahu

Di sekitar Candi Brahu, diperkirakan masih terdapat candi-candi yang telah hilang ataupun belum ditemukan. Pada kompleks candi, telah ditemukan berbagai benda-benda berharga yang diperkirakan hanya dimiliki oleh keluarga kerajaan atau kaum bangsawan. Selain prasasti, terdapat arca-arca bersifat Buddha, serta benda-benda dari emas dan perak yang sebagian tersimpan di Museum Nasional Jakarta.









You Might Also Like

11 komentar

  1. wisata sejarah, boleh juga utk nambah pengetahuan

    ReplyDelete
  2. wkt itu pernah liat foto yg budha tidur itu, dikirain di thailand ternyata di jatim ya..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yupp..15 menit dari kota kelahiranku cuitt

      Delete
  3. ooogitu, disana ada apa aja? candi-candi?
    ga ada museum kan? hahahaa

    ReplyDelete
  4. ya gpp sh, yang penting depan museum nya ada tempat duduk.. saya ddk aja gitu disitu wkwkwkwkkw

    ReplyDelete
  5. ketika saya traveling ke mojokerto, saya sempat mampir ke museum di trowulan, saya sangat terkejut dengan banyaknya prasasti yang bertuliskan arab, padahal 'katanya' majapahit beragama hindu, apakah mungkin sudah adanya kolaborasi budaya saat itu?..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hmmm...memang sangat menarik untuk mengikuti sejarah panjang dari Kerajaan Majapahit ini :)

      Delete
  6. Emang nggak bakat jadi peneliti, pusing baca nama-nama tempatnya

    ReplyDelete

Followers

Contact Form