Mountaineering

Gunung Rinjani - Dewi Anjani Tunggu Kedatangan Kami [Part 2]

6/20/2014setapakkecil


Gunung Rinjani adalah gunung yang berlokasi di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. Gunung yang merupakan gunung berapi kedua tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl. Gunung ini juga terkenal sebagai gunung paling indah di Indonesia dan bahkan ada yang menyebut kalau jalur pendakian Rinjani adalah jalur pendakian terindah di Asia Tenggara. Terdapat 2 jalur resmi yang biasa dilalui yaitu melalui jalur Sembalun dan Senaru serta beberapa jalur lainnya diantaranya jalur Torean yang memiliki sisi keindahan yang berbeda.

Sebelum kalian membaca secara lengkap tulisan dibawah, ini adalah kelanjutan cerita dari 

Part 1"Sembalun Desa Para Pemimpi"
Part 3 "Elegi Indah Danau Segara Anak"

Jika kalian belum sempat membaca bisa kalian klik link tadi dan kalian tak akan menyesal untuk membacanya karena tulisan saya yang renyah dan enak dinikmati. Hahhh renyah ? enak dibaca kali. atau buat kalian yang malas untuk membaca tulisan saya bisa klik video dibawah. Video pendek yang merangkum semua perjalanan kami 5 hari menjelajah keindahan Gunung Rinjani



Terima kasih kawan. Yukk lanjut.....

****

Pagi dingin diantara subuh Kala itu tanggal 25 Mei tepat hari minggu kami terbangun dengan posisi berdempetan satu sama lain. Saya masih setengah sadar dan berpikir sedang dimanakah aku ini ? kenapa kami tidur seperti ini ? kok tidur dilantai ? kemana bidadari yang selalu menemani tidurku ?, halahhhhhhh…. Dan semenit berlalu baru saya tersadar kami sedang di Pulau Lombok dan Dewi Anjani sedang menunggu kami. Menyadari hal itu kobaran semangat saya langsung terlecut, ngantuk pun hilang. Dan semalam pun saya telah menaruh mimpi mimpi saya di Desa Sembalun ini agar bis menjejakkan kaki di Puncak Rinjani dan saya harus mewujudkan mimpi tersebut. Satu per satu dari kami pun segera bangun dan menunaikan sholat subuh terlebih dahulu. Para serdadu wanita langsung mengambil perlengkapan memasak dan segera memasak nasi di pelataran RIC (Rinjani Information Center). Nasi ini nantinya akan kami buat bekal makan siang di tengah perjalanan nanti. Kami memang harus sibuk memasak terlebih dahulu karena disekitaran sembalun ini sangat susah menemukan warung makan, dan juga perjalanan kali ini kami tak memakai porter jadi tidak ada yang kami gantungkan untuk kegiatan memasak. Perjalanan mendaki Gunung Rinjani kali ini memang benar benar mendaki gunung bukan wisata gunung karena kami adalah Pecel Lele… hahahaha.


Di Depan Pos RIC

Setiap para pengunjung yang ingin mendaki Gunung Rinjani melalui jalur sembalun ini harus melapor dan mendaftar di pos RIC ini. Pos selalu terbuka setiap saat, disini kita bisa mencari semua informasi tentang pendakian, guide dan porter. Untuk tiket mendaki rinjani mengalami perubahan seperti taman nasional yang lainnya. Biaya yang dikenakan adalah harga perhari, untuk domestik sebesar 5 ribu dan untuk mancanegara 150 ribu. Harga domestik yang jauh lebih murah dibanding dengan tarif baru Gunung Semeru yang bisa mencapai 3o ribu perhari. Saya sempat mendengar beberapa kabar kalau dahulu di Taman Nasional Gunung Rinjani ini akan diberlakukan tariff 20 ribu/hari namun ditentang oleh masyarakat sekitar, karena dengan harga seperti itu ditakutkan wisatawan akan menjadi berkurang dan pendapatan mereka sebagai guide dan porter bisa menurun drastis. Makanya saat ini hanya diberlakukan 5 ribu / hari.


Tarif Pendakian Gunung Rinjani

Disini pos RIC pun kita dapat menumpang menginap tanpa harus menyewa homestay tapi ya dengan ruangan ala kadarnya dan kalau sedang tidak beruntung disaat musim pendakian RIC ini akan sangat penuh dengan pendaki yang bermalam sehingga kita tidak kebagian tempat dan harus tidur di pelataran, sungguh pemandangan yang menyiksa menurutku. Namun untungnya pada saat kami kesini kami mendapatkan ruangan khusus yang hanya buat kami, Rejeki anak sholeh kembali datang.

Untuk sekedar informasi kalian tentang jalur sembalun ini. Ada 2 titik untuk memulai pendakian, yang pertama adalah gerbang masuk tepat disamping pos RIC ini. Jalur resmi memang disini namun jika kalian ingin menghemat waktu hampir 2 jam kalian bisa menuju titik yang kedua yaitu Bawanaung. Kalian harus menyewa Pick Up untuk mengantarkan kalian menuju bawanaung dengan ongkos carter 70 ribu sekali jalan dan muat hampir 20 orang. Bisa juga kalian jalan kaki tetapi dengan jarak tempuh berjalan 60 menit paling y kaki gempor nafas tersengal dan akhirnya polio akut. Dengan pick up kita segera sampai di Bawanaung hanya dengan 15 menit. Tak membuang waktu kami segera berkumpul berdoa agar dipendakian kali ini kami diberi kekuatan dan keselamatan. Dan yang terakhir adalah teriakan Bebas Polioooo, Woyooooooooo.


Peta Perbandingan Via Bawanaung & Sembalun

Jalur Bawanaung adalah jalur shortcut yang saya sebut jalur Di Bawanaungan Ilahi, ya karena kita dapat rejeki Ilahi karena bisa memotong selama 2 jam. Trek awal kita akan memasuki ladang ladang penduduk, hingga akhirnya sampai di padang penggembalaan. Disini kita wajib waspada karena banya ranjau alamiah yaitu Tai kebo, apalagi masih anget anget gitu… hahahaha. Di trek awal ini gagahnya Gunung Rinjani telah Nampak di depan pelupuk mata kita, seakan angkuh dan mengejek dengan kata kata “Apa Kalian bisa menginjakkan kaki di puncakku???” tentu saja saya jawab dengan lantang “woyooooooo, tunggu aku Dewi Anjani aku akan memelukmu !!!!” , sang Rinjani pun kembali tersenyum kecut melihatku, dan saya pun semakin bersemangat untuk melangkah.

Jika kalian belum tau tentang siapa Dewi Anjani berikut sejarah dan biodata lengkap beliau. Tapi minus foto ya, foto hanya sebagai dokumen pribadi kami berdua, hohohoho.

Gunung Rinjani menyimpan sejumlah misteri. Salah satu misteri terbesarnya adalah Dewi Anjani. Dewi Anjani konon adalah keturunan langsung Raja Selaparang hasil dari pernikahan sang Raja dengan mahkluk halus yang bermukim di gunung Rinjani ketika beliau memohon hujan untuk daerahnya karena kekeringan panjang yang melanda kerajaan Selaparang pada masa itu. Karena itulah sampai saat ini masyarakat suku Sasak dan Hindu Dharma di pulau Lombok sering melakukan ritual Mulang Pekelem yaitu ritual memohon hujan kepada Dewi Anjani dengan memberikan sesembahan berupa lempengan emas yang berbentuk segala macam mahkluk air dengan cara ditenggelamkan ke danau Segara Anak.
Pemandangan Via Bawanaung
Pertemuan Antara Jalur Bawanaung dan Sembalun

Jalur awal ini terbilang landai tetapi tidak bisa dibilang mudah karena karena ada kalanya kita harus turun melewati kali yang telah mati dan harus kembali menanjak hebat, apalagi ditambah matahari pagi yang mulai menyengat kulit. Disini kita juga akan bertemu dengan hutan yang lumayan lebat, lumayan untuk mengurangi terik sinar matahari. Namun jalur hutan tak begitu lama hanya sekitar 15 menit saja setelah itu jalur via bawanaung ini akan kembali terbuka dan akan bertemu dengan jalur Sembalun tepat sebelum jembatan dengan sungai yang kering dibawahnya. Dari sini kita akan benar benar bertemu dengan padang savanna tanpa pohon tinggi sedikitpun. Awal memang sangat menyenangkan melihat permadani hijau terhampar dengan latar belakang Gunung Rinjani yang memukau. Rumput rumput bergoyang berirama seirama angin yang menerpa mereka. Dan inilah surga awal Gunung Rinjani.


Porter = Manusia Perkasa

Dewi Anjani Tunggu Kedatanganku

Namun lama kelamaan melewati padang savanna ini hawa panas semakin menyengat kulit dan semakin meguras tenaga kami. sedikit sedikit kami pun segera meneguk minuman untuk sekedar melepas dahaga. Dan memang tak bisa di pungkiri jalur menuju pos satu ini berat. Dengan jarak tempuh hampir 2.5 jam dari Bawanaung akhirnya kita bisa sampai di Pos 1 Pemantauan. Di sini pun kami tak mendapatkan tempat untuk berteduh di bawah pos, beristirahat pun tampak melelahkan dibawah sengatan matahari siang ini. Dari sini pos 2 sudah tampak dari kejauhan, sekilas tak butuh waktu lama untuk mencapainya. Tak ingin terlalu lama terbakar kami segera melangkahkan kaki kembali. Semakin lama berjalan semakin cepat pula saya dehidrasi, memang trek awal ini menurut saya sangat menguras tenaga gara gara kepanasan dan ada kulkas 75 liter yang menggantung di bahu saya.


Butuh sekitar 1 jam dengan berjalan gaya polio untuk mencapai pos 2. Pos ini bernama Tengengean yang berarti kotoran hidung karena menurut porter setiap pendaki yang telah sampai di pos ini pasti akan membersihkan hidung mereka sendiri sendiri. Cerita yang cukup unik menurut saya. Disini pun merupakan terminal pemberhentian bagi para pendaki yang menggunakan porter. Karena di pos ini para porter pasti akan menyiapkan perbekalan yang mereka bawa, memasak, hingga menghidangkannya di hadapan para pendaki mewah ini. Melihat para bule bule ini bersantai di atas tikar seakan mereka sedang menikmati piknik keluarga tanpa sadar saya menelan air ludah sendiri dan membayangkan betapa nikmatnya naik gunung bisa seperti mereka. Membawa tas kecil, makan tinggal makan tanpa harus masak, buang air pun sudah ada tempatnya tanpa membuat lubang sendiri, ahhhh sungguh nikmat suatu saat saya harus kembali kesini dan mencoba mendaki dengan gaya mereka mungkin nanti saya bisa sok gaya seperti bule bule yang saya lihat ini.


Pos 2 tengengean

Selepas pos 2 kontur trek akan semakin menanjak tetap diantara padang savanna yang semakin menyedot tenaga kita. Di trek ini saya benar benar makin merasakan betapa beratnya mendaki Gunung Rinjani ini, semakin banyak pula saya beristirahat di sepanjang jalur. Namun ada satu hal yang sangat saya sukai yaiut sejauh mata mamandang hanya ada keindahan yang Nampak disini. Indah sungguh indah ingin rasanya disini selamanya untuk menikmatinya, eitssss untuk kalimat terakhir dicabut saja karena saya tidak ingin kepanasan di tengah savanna ini, hahaha. Jalur semakin naik turun dengan tanjakan batuan hingga kita bertemu dengan pos Extra. Di pos extra ini terdapat sumber air satu satunya selama perjanalan hingga kita sampai di Pelawangan Sembalun. Jadi di pos ini kita harus mengisi persediaan selama di perjalanan nanti. Sumber air hanya berupa cerukan cerukan pasir dengan daun daun yang sebagai penyaringnya, alangkah baiknya kita mempunyai kain penyaring untuk memastikan air benar benar bersih. Berjalan kembali sekitar 15 menit kita sampai di Pos 3 Padabalong, pos ini terletak di cerukan yang Nampak seperti kali bekas aliran lahar Rinjani. Ini adalah pos terakhir sebelum kita tiba di Pos Sembalun, disini juga merupakan tempat untuk memantapkan mental sebelum kita benar benar menyesal mendaki Gunung Rinjani, ya menyesal saat melewati 7 bukit penyesalan.


View Menuju Pos 3


Pos 3 Padabalong

Tujuh bukit penyesalan adalah ciri khas Gunung Rinjani di Lombok Nusa Tenggara Barat. Mengapa dinamakan seperti itu? Karena pendaki Rinjani setelah pos III Padabalong harus melewati tujuh bukit tersebut sebelum puncak Rinjani. Dan jalur tersebut sangat menyiksa raga pendaki, tujuh bukit yang harus dilalui yang kesemuanya adalah tanjakan hebat. Dari pos 3 bukit penyesalan ini tampak sangat tinggi dan menanjak dengan tanda para pendaki yang telah jalan terlebih dahulu tampak sangat kecil dan tinggi. Setelah mental benar benar mantap kamipun segera berjalan tanjakan tajam segera menyambut kami, tampak di atas pohon cemara sebagai patokan. Sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit paribahasa yang tampaknya berlaku di sini, bukit pertama pun kami selesaikan dengan patokan telah menggapai cemara paling tinggi. Namun apa yang dihadapan kembali membuat mental down, bukit tinggi kembali menyambut kami. Pohon cemara paling tinggi diatas kembali menjadi patokan kami, perlahan lahan setiap 20 langkah kami pun segera mencari lapak untuk berhenti. Dan bukit kedua pun terlewati, tapi tampak bukit ketiga menjulang kembali sangat tinggi. Ahhh sampai kapan penyiksaan ini berakhir gumam saya. tenaga sangat terkuras di jalur bukit penyelasan ini, tetapi hati saya tak ada rasa menyesal sedikitpun untuk mendaki Gunung Rinjani ini, hanya perasaan gembira yang hinggap walaupun dengan perjuangan yang sangat berat. Tapi memang melewati bukit penyesalan ini terkadang mental down, mau turun kembali malu namun untuk bergerak keatas dengkul bergetar hebat… hahahaha.  Bahkan sampai jam 7 malam pun kami belum juga sampai di Plawangan Sembalun dan entah posisi kami saat itu di bukit yang ke berapa yang jelas pada saat itu kami sudah sangat kelelahan. Maka kami putuskan untuk mendirikan tenda di tengah perjalanan dan beruntung juga pada saat itu kami menemukan tanah datar di tengah jalur pendakian. Satu pelajaran yang dapat saya ambil di jalur ini, untuk mencapi surga itu memang tak mudah.


Bukit Penyesalan

Mencapai Surga Itu Memang Tak Mudah

Hari senin tanggal 26 mei 2014 di pagi hari yang cerah itu kami terbangun dari rasa kelelahan yang kami dera kemarin. Keluar tenda kamipun disambut dengan gagahnya lereng gunung rinjani dan gradasi indah warna langit. Hari senin yang sangat tenang berbeda dengan hari senin biasanya yang hati selalu dihinggapi rasa gelisah tak menentu. Kami segera memasak sarapan dan segera untuk berangkat kembali. Sekitar pukul 7.30 kami melanjutkan perjalanan kembali, saya kira ini adalah bukit terakhir yang harus kami lalui. Setiap ada pendaki yang turun kami Tanya dan ternyata benar ini adalah bukit terakhir dan yang paling panjang. Tanjakan berupa tanah berdebu dengan kemiringan 45 derajat. 


Pemandangan Pagi Itu

Banyak kata semangat dari para pendaki yang turun dari Plawangan Sembalun. Hampir 90 menit kami bertempur dengan kemiringan dan vegetasi pun segera berubah. Pohon pohon tinggi mulai menghilang berubah menjadi cantigi dan jalanan mulai menjadi datar, ini tandanya kita telah sampai di Plawangan Sembalun. Pada saat kita sampai lahan untuk mendirikan tenda agak sulit kita dapatkan dikarenakan saat itu sedang musim pendakian dan kami pun harus mencari lahan di jalur turun ke Segara Anak.

Plawangan Sembalun


Plawangan Sembalun ini adalah tempat camp terakhir sebelum kita menggapai Puncak Rinjani. Disini jika keadaan sedang cerah kita dapat memandang indahnya Segara Anak dari ketinggian. Dan pada saat itu kami beruntung cuaca sedang cerah dan keindahan segara anak dapat saya saksikan. Subhanallah pemandangan yang sangat indah, pemandangan yang biasanya hanya dapat saya lihat di google kali ini saya dapat menikmatinya langsung. Kaldera kaldera curam yang mengelilingi segara anak tampak terlihat sangat indah. Menoleh ke kiri kita dapat melihat lereng curam puncak Rinjani. Tampak dari kejauhan trek berpasir menuju puncak dan itulah jalur yang akan saya lalui tengah malam ini. Menoleh kembali kita dapat melihat Pegunungan yang membentang di tengah desa Sembalun, dari sini pegunungan itu tampak sangat rendah dan tampak dibelakangnya biru dari lautan lepas. Sekali lagi mulut ini pun terucap rasa syukur Allhamdulillah saya cinta negeri ini negeri yang indah ini.


Diantara Awan
Negeri Sejuta Senja Dari Rinjani

Sore itu tak banyak kegiatan yang kami lakukan di sekitaran camp. Karena memang kita berencana untuk tidur cepat dan bangun pada pukul 11 malam untuk segera Summit Attack ke Puncak Rinjani. Hanya kegiatan masak memasak yang kami lakukan dengan cepat selepas senja kala itu. Tepat pukul tujuh satu persatu dari kami langsung mendekam di dalam Sleeping bag dan terbang ke dunia mimpi.

****

Kringgggggggggggggggg…. Alarm berbunyi kencang membangunkan kami yang sebenarnya belum begitu lelap tertidur. Tapi mau bagaimana lagi kita harus segera bersiap untuk mengejar matahari di Puncak Rinjani. Sebelum berangkat kami memasak sarden kaleng dan menyantapnya dengan cepat. Kita harus makan walaupun kurang begitu nafsu, karena kita butuh tenaga untuk perjalanan panjang nan melelahkan menuju singgasana Dewi Anjani ini. Tepat pukul jam 12 malam kami telah siap semua dan tak lupa perjalanan kali ini diawali dengan doa dan teriakan (Ehh sebenarnya bisikan) Bebas Poliooo Woyooooooooooooo, dengan pelan karena takut mengganggu kenyamanan tenda sebelah.


Masak Memasak Sebelum Summit Attack

Trek awal kita harus berjalan di Plawangan Sembalun ini hingga menuju bibir kaldera atau punggungan Puncak rinjani. Malam itu tampak dari kejauhan telah banyak pendaki yang lebih berjalan terlebih dahulu. Kelap kelap lampu tampak tinggi menandakan jalur di depan akan terus menanjak. Tak beberapa lama kita memasuki tanjakan pertama yang di tandai dengan pengaman besi yang terpasang di kiri kanan jalur, namun ada hal yang menarik adalah macetnya jalur malam itu. Karena saking banyaknya pendaki yang ingin menuju puncak hingga melangkah di jalur sempit ini pun harus bergantian. Sungguh keadaan pertama yang saya alami selama saya terjun di dunia percaturan mendaki gunung, hahaha. Dari sini trek berupa pasir lembut yang membuat pijakan akan merosot yang katanya para pendaki sih 3 langkah naik turun 1 langkah. Fisik masih oke apalagi ditambah macetnya jalur jadi kami banyak waktu untuk beristirahat jadi degup jantung masih stabil. Kurang lebih 2 jam kami tiba di dataran punggungan Puncak Rinjani. Dari sini jalur berupa bonus yaitu tanah datar dan berupa tanah padat tidak seperti jalur naik kesini tadi yang berupa pasir. Langkah kaki semakin cepat di jalur bonus ini, tapi tetap saja yang namanya pecel lele pasti banyak istrahat dan narsis di jalur, seperti dibawah ini dan ingat jangan muntah.


Tetap Narsis Saat Summit Attack

1 jam . . . . 2 jam . . . . 3000 meter . . . 3100 meter . . . . 3245 meter . . . . Rendi sang time keeper selalu memperingatkan kita akan waktu tempuh dan ketinggian kami saat itu. Jam tangan eiger bekas return garansi resmi yang melekan di tangannya tampak bekerja secara optimal. Suara hape khas lagu jadul Dewa 19 selalu terdengar dari hape Rendi, entah berapa playlist yang telah terulang pada itu. Tapi yang jelas lagu lagu Rendi membuat kami semakin bersemangat dan mengusir sepi sunyi dari kami yang telah kehilangan suara semangat gara gara fisik yang semakin melemah. Setiap kali kami beristirahat Rendi inilah yang selalu member waktu. Oke 1 menit lagi kita harus segera berjalan agar tubuh kita tak semakin kedinginan. Okelah dengan sisa tenaga melanjutkan langkah kecil kami. Dari beberapa sumber internet trek ke puncak Rinjani yang paling menyiksa adalah tanjakan terakhir yang berbentuk letter S. itu yang selalu menjadi patokan saya kala itu. Tampak di depan siluet puncak Rinjani yang sangat tinggi dan dibawah tampak kelap kelip lampu dari senter pendaki lain. Itulah letter S gumamku, dan benar saja mendekati tanjakan itu kondisi jalur tampak berubah dari yang semula tanah padat menjadi pasir halus, pasir halus berbatu. Dan saat semakin mendekat ke tanjakan jalur berubah menjadi Pasir bercampur dengan Batu. Jika di semeru trek kebanyakan berupa pasir halus dengan batu batu kecil, di Gunung Rinjani pasir dan batu berukuran lebih besar serta bervariasi dari telapak tangan hingga bongkahan kecil yang sangat rapuh jika kaki memijak. Pada saat duduk kelelahan pun bokong terasa sakit di antara batu batu ini ditambah dengan angin yang sangat kencang.


Team Summit Attack

Inilah trek sesungguhnya pikirku, keadaan saat itu sangat sulit ditambah dengan terpaan angin yang sangat kencang dari arah kiri. Di tengah badai angin seperti itu tubuh semakin melemah diantara tumpukan pasir batu. Seringkali saya berteriak untuk kembali menyemangati diri ini yang mungkin sudah mendekati batas batas kemampuan. Dilla rekan perjalanan wanita satu satunya ke puncak kala itu bahkan berteriak kedinginan dan meminta kita untuk memeluknya dan berdempetan untuk mengurangi dingin angin karena perjalan ke puncak angin langsung menerjang tanpa penghalau sedikitpun. Sungguh keadaan yang cukup dramatis, ini bukan lebay tapi memang keadaannya seperti itu. Rendi pun berteriak kalau subuh fajar segera datang, dan kenapa kami juga belum sampai juga di puncak ?. Dengan teriakan tekad kami pun melangkah kembali menembus jalur batu dan kencangnya angin, dan tak lama siluet jingga muncul di peraduannya. Itu tandanya matahari segera muncul saya pun segera mempercepat langkah, dan entahlah puncak tampaknya semakin mendekat dan jalur semakin landai.


Sunset Dari Puncak Rinjani
Tepat Sebelum Matahari Terbit

Air mata terasa keluar dari pelupuk mata pada saat saya mendekat ke puncak. Perasaan campur aduk yang saya rasakan saat itu. Tampak siluet matahari terbit awan awan yang berarak lembut bak permadani. Alhamdulillah kata pertama yang terucap di saat itu saya sangat merasa kecil di hadapan alam ciptaan Allah SWT yang megah ini, saya seperti sebutir debu yang bisa saja hilang diterpa badai angin, dan saya ini bukanlah siapa siapa. Saya sempat sendiri merenung di tengah hiruk pikuk pendaki lain yang sukses mencapai puncak. Perasaan dan keadaan seperti inilah yang bisa semakin mendekatkan saya ke pada sang Maha Pencipta dan ini juga yang membuat saya ingin selalu kembali menapak puncak puncak tertinggi di negeri ini. Saya pun mengibarkan Sang merah putih di atas ketinggian 3726 mdpl. Akhirnya keinginan yang selalu terbawa mimpi sejak Di Desa Sembalun akhirnya kini terwujud, Aku bisa berdiri di Puncak Rinjani Singgasana dari Dewi Anjani. Negeri ini sungguh indah sekali ya Allah, bantu kami untuk selalu menjaganya.


Merah Putih Di Singgasana Dewi Anjani

Aku Cinta INDONESIA

Tampak di kejauhan Gunung Tambora yang tampak datar terpenggal karena letusannya dahulu kala. Kepulauan Nusa tenggara timur tampak jelas pagi itu dibalik lembut lembut awan yang bergerak lembut. Menoleh ke kanan tampak jelas Kaldera purba Gunung Rinjani dengan Gunung Barujari yang tampak angkuh di tengah tengah Segara anak. Memandang kedepan tampak kerucut sempurna bayangan dari Gunung Rinjani ini. Dari sini juga terlihat kerucut dari Gunung Agung di Pulau Bali. Jalur menuju puncak Rinjani ini memang benar benar miring, ini terlihat dari begitu jauh dan tingginya jalur yang telah kita lewati tadi, tampak juga para pendaki yang masih terus merayap keatas berjuang melewati kemiringan jalur.


Kawah Mati Gunung Rinjani

Merayap Di Tengah Megah Alam

Hampir dua jam kami menikmati Puncak Rinjani ini, memang lama berhubung juga matahari baru keluar dari peraduannya jadi belum begitu panas. Tapi di pikir pikir baru kali ini lagi naik gunung sampai puncak tapi dengan keadaan super duper rame seperti ini. Bahkan foto dengan Plang tulisan Puncak Rinjani aja harus antri, bayangin di puncak gunung 3726 mdpl ada antrian kayak antri sembako di masjid masjid, Ohhh ampun dah.


Pasar Di Puncak Rinjani

Sekitar pukul 7.30 pagi kamipun segera meninggalkan puncak dan menuju kembali ke Plawangan Sembalun. Dalam perjalanan turun memang terasa lebih menyenangkan karena kami bisa sedikit gaya Ski diatas pasir batu. Tapi ski pasir di Rinjani ini terasa lebih sulit dan berbahaya dibandingkan dengan ski di jalur Mahameru. Karena memang disini pasir batunya lebih besar besar, juga karena ada jurang yang menganga di sebelah kiri jalur turun. Jika sampai terjun ke bawah bisa dipastikan langsung Wassalam. Tak lupa juga kami narsis dalam perjalanan pulang ini. Keindahan segara anak dapat kita nikmati sepanjang jalur turun, sungguh disayangkan jika tak kita abadikan dalam bidikan kamera. Untuk mencapai Plawangan sembalun kami menempuh hampir 2.5 jam + waktu Foto foto.


Kaldera Raksasa Gunung Rinjani

Ski Pasir
Jalur Menuju Puncak Rinjani
Gunung Paling Indah di Indonesia

cukup melelahkan memang perjalanan turun ini. Jalur terasa amat panjang dan panas beda pada saat kita naik kemarin terasa cepat walau sebenarnya lama. Sesaat setelah sampai di bibir punggungan sebelum kembali ke jalur Plawangan Sembalun saya menyempatkan untuk menoleh ke belakang dan kembali menaruh janji “Kalau nanti aku masih diberi kesempatan dan waktu, aku pasti akan mengunjungimu kembali Dewi Anjani. Tunggu aku kembali ke Puncakmu”.

Untuk kalian yang belum sempat membaca cerita sebelumnya ataupun cerita selanjutnya menuju Danau Segara Anak bisa dengan sekali klik link dibawah ini, Terima Kasih.


You Might Also Like

20 komentar

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. kalo diliat2 lumayan banyak juga yang bertenda, semoga ga sampe kyk semeru padetnya. aaaak itu pemandangannya bikin kepengen kesana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pada saat kesana rame pake banget mas...sampe macet jalan ke puncak. Tapi memang lg libur panjang & musim pendakian

      Delete
  3. Kalau pake porter berapa yak, Oom? Mohon infonya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau porter 150 ribu / hari dengan beban max 25 kg mbak :)

      Delete
    2. Kira-kira naik Rinjani butuh berapa hari yaa? Tertarik bangeet sih sama puncaknya tapi kok ngebayangin Bukit Penyesalan jadi keinget Cikurai sama Ciremai via Linggar jati yak -_-

      Delete
    3. Butuh 4 hari 4 malem untuk menjelajah semua mbak, jauh lebih berat dibandingkan gunung gunung di Jabar. Tunggu cerita yang part 3 y :).

      Delete
  4. Subhanalloh...
    bagus banget pemandangannya ....

    ReplyDelete
  5. Suka ceritanya.. ingin bangeeett

    ReplyDelete
  6. Rasanya baca ini tuh... Ikutan capek, ikutan pegel, ikutan sedih, ikutan males sama jalurnya, juga ikutan tau kalo Rinjani itu emang indaaaaaah banget :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Masih ada yang kurang tuh...rasakan sendiri sensasinya, Ayoo cepet kesana

      Delete
    2. Gunung nggak akan lari dikejar, tapi kalo mau ngasih ongkos + porterin sih ayuk bang mau *kemudian dilempar ke danau segara anak*

      Delete
    3. Kalo yang ngejar cew sih gunungnya mendekat mbak :p

      Delete
  7. Aaaaaakkkk...Rinjaniiiii...masih kebayang rasanya naik gunung ini padahal udah 4 tahun yang lalu. Rasanya mak nyes gitu pas sampe puncak terus ngeliatin segara anak dari atas. Gara-gara naik gunung ini juga kuku jempol kakiku sampe lebam terus beberapa hari sesudahnya copot. Hahahahaha...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahahaha, ngebayangin kuku copotnya sereemm..tapi semua terbayar kan dengan keindahan yang disuguhkan Rinjani?

      Delete

Followers

Contact Form